

Eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (kemeja putih) dan kolega di PPN. Foto dari Metrotvnews.com/Kautsar.

Ringkasan dan interprestasi dari artikel Inilah.com, 20 Oktober 2025
Skandal subsidi solar yang menjerat 13 perusahaan besar, termasuk raksasa seperti Adaro dan Astra, bukan sekadar kasus korupsi biasa. Ini adalah sebuah "perampokan legal" yang sistematis, di mana aturan negara dimanipulasi untuk mengeruk uang rakyat. Berikut ini Julius Ibrani, sebagai Ketua Bidang Advokasi dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Persatuan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Julius Ibrani memberikan analisis mendalam yang menjadi dasar istilah "perampokan legal" dan juga analogi yang menjelaskan modus operandi skandal ini.
"Inilah yang disebut sebagai perampokan legal, di mana aturan justru dipakai untuk merampok, dalam hal ini uang negara untuk subsidi solar."
Kemudian melanjutkan, "Mereka (perusahaan pemegang kuota) hanya berjualan 'cap' atau kertas saja, tidak dengan barang fisiknya. Sementara pembeli 'cap' itu nantinya akan menggunakan dokumen itu untuk membeli solar bersubsidi ke Pertamina."
Modus Operasinya: Jual Beli "Cap"
Inti skandal ini adalah perdagangan "cap" atau dokumen palsu yang seolah-olah membuktikan bahwa perusahaan tertentu telah menjual solar bersubsidi kepada pihak yang berhak, seperti nelayan dan petani.
Perusahaan "Pemegang Cap" (seperti Adaro Energy melalui anak perusahaannya) mendapatkan kuota untuk menjual solar bersubsidi, tetapi tidak memiliki jaringan distribusi untuk menyalurkannya ke konsumen akhir yang sah.
Sementara Perusahaan "Pembeli Cap" (seperti perusahaan dalam grup Astra) membutuhkan solar bersubsidi murah untuk operasional armada transportasinya, tetapi tidak memiliki kuota resmi.
Kemudian Kedua belah pihak kemudian bertemu dalam transaksi fiktif. Perusahaan pemegang kuota menjual "cap" (dokumen) saja, bukan solar fisiknya, kepada perusahaan pembeli. Sementara Perusahaan pembeli lalu menggunakan "cap" palsu ini untuk membeli solar bersubsidi dari Pertamina secara legal. Solar yang seharusnya untuk rakyat kecil akhirnya dialihkan untuk kepentingan korporasi.
Dampak: Negara dan Rakyat Dirugikan
Skema ini menyebabkan kerugian yang masif, yaitu Kerugian Keuangan Negara karena Subsidi yang seharusnya membantu rakyat, justru mengalir ke kantong korporasi. Kerugiannya mencapai triliunan rupiah.
Terjadi Distorsi Pasar, karena Solar bersubsidi yang seharusnya untuk sektor tertentu, malah digunakan untuk operasional bisnis seperti logistik dan transportasi, menciptakan persaingan tidak sehat.
Terjadi Pengkhianatan Amanah, dimana Perusahaan-perusahaan besar yang dianggap "baik" dan terpercaya ternyata terlibat dalam sistem yang menjadikan negara sebagai alat untuk memperkaya diri.
Kesimpulan
Skandal Solar ini mengungkap sebuah kejahatan kerah putih yang canggih. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak mencuri uang secara langsung, tetapi memperkaya diri dengan memanipulasi kebijakan negara. Mereka menggunakan aturan sebagai kedok untuk mengalihkan subsidi rakyat ke dalam laporan keuangan mereka, sebuah bentuk perampokan yang dilakukan di atas kertas dan dengan stempel resmi. (Jkt, 21/10/25)
Kamis, 9 /16 Oktober 2025:
Sidang dakwaan terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN), Riva Siahaan, digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis, 9 Oktober 2025. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa Riva Siahaan dan tiga terdakwa lain melakukan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018-2023, yang menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp285,18 triliun.
Umum, sidang dibuka oleh Ketua Majelis Hakim Fajar Kusuma Aji. Agenda difokuskan pada konfirmasi identitas dan status para tersangka, serta pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU). Tidak ada pembahasan substansi perkara secara mendalam pada sidang ini, karena bersifat prosedural
Fokus, hasil sidang:
- Pengondisian penurunan produksi kilang domestik untuk membenarkan impor minyak mentah dan produk kilang dengan harga spot tinggi melalui broker (DMUT), menyebabkan kerugian negara Rp193,7 triliun per tahun (total Rp968,5 triliun untuk 2018–2023).
- Pengoplosan BBM (blending RON 90/Pertalite menjadi RON 92/Pertamax) di depo seperti PT Orbit Terminal Merak, dengan markup kontrak pengiriman 13–15%.
- Kerugian spesifik: Rp35 triliun dari ekspor minyak domestik, Rp2,7 triliun dari impor minyak mentah, dan Rp9 triliun dari impor BBM melalui broker.
Praktik menguntungkan Korporasi asing dan dalam negeri, berdasarkan breakdown detail dari audit internal Pertamina dan dakwaan lanjutan yang dibahas media seperti inilah.com (artikel follow-up 10-17 Oktober 2025), Tempo.co, dan Kompas.com. :
a) Praktik ini juga diduga memperkaya dua korporasi asing asal Singapura, yaitu BP Singapore Pte Ltd dan Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd.
b) Juga dugaan korupsi tata kelola penjualan solar nonsubsidi oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN) periode 2021-2023, di mana harga jual ditetapkan di bawah bottom price (harga jual terendah) dan bahkan di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP).
Praktik ini diduga dilakukan untuk menjaga pangsa pasar industri, tetapi melanggar pedoman tata niaga Pertamina Patra Niaga No. A02-001/PNC200000/2022-S9, tanpa mempertimbangkan profitabilitas.
Total kerugian negara untuk penjualan solar nonsubsidi di bawah harga pasar mencapai Rp2,54 triliun, sementara 13-14 perusahaan swasta (terutama di sektor tambang batubara) diuntungkan sebagai penerima solar dengan harga murah tersebut.
Kasus ini bagian dari kerugian lebih besar Rp285,18 triliun pada tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018-2023. Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menyelidiki, termasuk potensi pemeriksaan pemilik perusahaan seperti Boy Thohir dan Franky Widjaja.
Kasus ini terungkap dalam sidang dakwaan mantan Dirut PPN Riva Siahaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 9 Oktober 2025. (Jkt, 11/10/25 - update 21/10/25)
No | Nama Korporat Asing | Estimasi Kerugian Negara (Rp) | Catatan Singkat |
|---|---|---|---|
1 | BP Singapore Pte Ltd | 71.698.479.930 (Rp 71,70 miliar) | Diperkaya melalui manipulasi tender impor BBM RON 90 dan 92, melanggar prioritas minyak domestik. |
2 | Sinochem International Oil (Singapore) Pte Ltd | 23.017.305.135 (Rp 23,02 miliar) | Diperkaya melalui proses lelang yang direkayasa, merugikan keuangan negara. |
Total: | 94.715.785.065 (Rp 94,72 miliar) | Bagian dari kerugian impor BBM Rp 25,4 triliun, dalam total kasus Rp 285,18 triliun. |
Catatan:
No | Nama Korporasi | Estimasi Keuntungan Korporasi (Rp) | Catatan Singkat (Rekam Jejak) |
|---|---|---|---|
1 | PT Pamapersada Nusantara (PAMA) | 958,38 miliar | Grup Astra (PT United Tractors Tbk); kontraktor tambang alat berat terbesar RI (batu bara, emas, mineral di Sumsel-Kaltim); pemilik utama keluarga Soeryadjaya/Djony Bunarto; pegawai saksi Kejagung April 2025; untung dari blending untuk operasional. |
2 | PT Berau Coal | 449,10 miliar | Sinar Mas Group; tambang batubara Kaltim (sejak 1983); pemilik utama Franky Oesman Widjaja (terkaya RI); blending untuk ekspor; seruan periksa pemilik oleh Uchok Sky Khadafi (CBA) |
3 | PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) | 264,14 miliar | Delta Dunia Group (DOID Tbk); jasa pertambangan batu bara Kaltim; komisaris Patrialis Akbar (eks Menkumham SBY); untung blending untuk kontrak tambang; saham publik BEI. |
4 | PT Merah Putih Petroleum | 256,23 miliar | PT Energi Asia Nusantara & Andita Naisjah Hanafiah; distributor BBM industri; fokus pasokan solar untuk sektor energi; rekam jejak minim publik, tapi terkait kontrak KKKS Pertamina. |
5 | PT Adaro Indonesia | 168,51 miliar | Adaro Group (keluarga Thohir); tambang batubara Kalsel terbesar; pemilik utama Garibaldi "Boy" Thohir (kakak Menpora Erick Thohir); kontrak solar sejak 2015 (Rp7 T/tahun); isu deforestasi |
6 | PT Ganda Alam Makmur | 127,99 miliar | Titan Group (kerja sama LX International, Korea); tambang batubara Kalsel; joint venture asing; blending untuk operasi diesel-intensive; bagian ekspor ke Asia. |
7 | PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITM) | 85,80 miliar | Banpu Group (Thailand); tambang Kaltim; mayoritas Banpu PCL (65%); produsen batubara ekspor; saham BEI; untung dari efisiensi transportasi. |
8 | PT Maritim Barito Perkasa | 66,48 miliar | Adaro Logistics / Adaro Group; logistik sungai untuk batubara Kalsel; pemilik Boy Thohir; blending solar untuk kapal tunda; bagian rantai pasok Adaro. |
9 | PT Vale Indonesia Tbk | 62,14 miliar | Vale S.A (Brasil); tambang nikel Sulut; joint Vale Canada (33,88%) & MIND ID (34%); smelter Sorowako; isu lingkungan tailings; saham BEI (INCO). |
10 | PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk | 42,51 miliar | Heidelberg Materials AG (Jerman); produsen semen terbesar RI; mayoritas HeidelbergCement (mayoritas saham); untung blending untuk pabrik semen; saham BEI (INTP) |
11 | PT Purnusa Eka Persada / PT Arara Abadi | 32,11 miliar | Sinar Mas Group (APP / Sinarmas Forestry); kehutanan & tambang pulp Kalsel; pemilik Franky Widjaja; blending untuk transportasi kayu; terkait isu deforestasi APP. |
12 | PT Aneka Tambang (Antam) Tbk | 16,79 miliar | BUMN (MIND ID); tambang emas/nikel Sulawesi; pemilik Pemerintah RI; terseret korupsi emas ilegal 109 ton (6 eks GM tersangka, 2023); blending untuk operasi tambang. |
| 13 | PT Nusa Halmahera Minerals (PTNHM) | 14,06 miliar | PT Indotan Halmahera Bangkit & PT Antam Tbk; tambang emas Malut; pemilik Haji Robert Nitiyudo (joint Antam); untung ganda dugaan suap Gubernur Malut (mandek KPK); update 16/10. |
Catatan:
Total Keuntungan: Rp2,54 triliun secara agregat; dihitung dari volume pasokan (KL/tahun) x selisih harga (Rp1.000-2.000/liter diskon). Praktik blending nonsubsidi untuk internal (alat berat, transportasi), melanggar prioritas minyak domestik.
Perkembangan Sidang: Eksepsi Riva Siahaan (16/10) tolak dakwaan sebagai "kabur"; balasan JPU 23 Oktober 2025. Kejagung dalami 3 korporasi besar (kemungkinan PAMA, Berau Coal, BUMA); potensi panggil pemilik seperti Boy Thohir atau Franky Widjaja sebagai saksi..
Implikasi: Pegiat CBA serukan kembalikan dana ke negara; DPR (Komisi XII) desak tindak tegas (13/10). Kasus ini soroti "perampokan legal" BUMN untuk untungkan swasta.
Utama dari artikel inilah.com spesifik (misalnya, tanggal 17 Oktober), itu selaras dengan update terbaru. (update 21/10/25)

Mohammad Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 10 Juli 2025
Kamis, 10 Juli 2025:
Mohammad Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 10 Juli 2025. Riza Chalid adalah Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan PT Navigator Khatulistiwa. Ia diduga melakukan intervensi melawan hukum dalam kebijakan tata kelola PT Pertamina, khususnya terkait kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak. (lihat leboh lengkap di bawah)

Mantan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahja Purnama alias Ahok usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Kamis (13/3/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Kamis, 13 Mar 2025:
Seperti diberitakan Tempo, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan alasan penyidik mendahulukan pemeriksaan terhadap eks Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai saksi kasus korupsi tata kelola minyak mentah dibandingkan jajaran direksi PT Pertamina.
Menurut Harli setelah ini penyidik akan memeriksa direksi perusahaan minyak negara tersebut. “Pasti akan diperiksa, tapi kenapa hari ini yang didahulukan (Ahok), itu sebagai strategi penyidikan,” ujarnya.
Ahok menyebutkan, selama pemeriksaan dia mendapatkan informasi detail mengenai kasus korupsi tersebut. “Jadi ternyata dari Kejaksaan Agung punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu, ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala,” kata Ahok kepada wartawan
Antara menyebutkan, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan bahwa Kejaksaan Agung seharusnya memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi minyak mentah.
“Seharusnya dipanggil, ya. Lapisannya, ‘kan, masih dirut-dirut (direktur utama) yang lama. Kalau Pak Riva Siahaan (Dirut PT Pertamina Patra Niaga) kena, seharusnya mantan dirut lainnya dipanggil. Mungkin,” ujarnya di Gedung Kejaksaan Agung,

Kamis, 06 Mar 2025:
Jaksa Agung Burhanuddin menjelaskan bahwa terdapat fakta hukum terjadi oplosan BBM yang seharusnya menerima RON 92 , namun yang diterima BBM RON 88 atau 90, Pertamina Patra Niaga melakukan pembelian dan pembayaran yang tercatat BBM RON 92 di simpan di PT Orbit Terminal Merak, kemudian diblending/oplos, namun dilakukan oleh oknum dan tidak terkait kebijakan Pertamina (Detik.com).
Burhanuddin juga memeriksa Direktur Jenderal Migas pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2018, Djoko Siswanto sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, seperti dilaporkan Kompas.

Rabu, 05 Mar 2025:
Kejaksaan Agung mengaku tidak menemukan dugaan keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir serta, sang kakak, Giribaldi 'Boy' Thohir di kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.a (CNN).
DPR juga menggelar Rapar tertutup Rabu, 5 Maret 2025 dengan Jaksa Agung, diantaranya tentang Pertamina, karena rapat tertutup tidak perlu dibahas.
Menteri BUMN Erick Thohir bertemu Jaksa Agung ST Burhanuddin menyusul kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Menurut Erick pertemuannya dengan Jaksa Agung jam 11 malam (dilaporkan 1 Maret 2025). Erick menegaskan Kementerian BUMN selalu mengedepankan transparansi dan memperbaiki sistem dari dalam. Ia juga menyebut akan berusaha mengembalikan kepercayaan publik terhadap produk-produk Pertamina. Namun Wawancara Ahok seperti meng-counter pernyataan ini, lihat transkrip di link. (detik.com).
MAHFUD MD & SUDIRMAN SAID BUKA2AN SOAL KASUS KORUPSI RAJA MINYAK RIZA CHALID - Mahfud MD Official
Terbongkar! Riza Chalid Pakai Kode 'More' untuk Kendalikan Mafia Migas | Bikin Terang | SINDOnews
Mohammad Riza Chalid dikenal sebagai pengusaha minyak ternama, sering disebut sebagai "Raja Minyak" atau "Godfather Minyak." Ia memiliki bisnis yang luas, tidak hanya di sektor minyak tetapi juga ritel mode dan perkebunan sawit.
Ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 10 Juli 2025. Riza Chalid adalah Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan PT Navigator Khatulistiwa. Ia diduga melakukan intervensi melawan hukum dalam kebijakan tata kelola PT Pertamina, khususnya terkait kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak. Tindakan ini dianggap melanggar hukum dan berkontribusi pada kerugian negara total Rp285 triliun dalam kasus ini.
Melibatkan anak usaha Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Riza Chalid diduga membocorkan informasi penting tender minyak kepada perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengannya, sehingga perusahaan- perusahaan tersebut selalu memenangkan tender dan Petral tidak bisa mendapatkan harga minyak yang kompetitif.
Ia merupakan pemilik dari Global Energy Resources, perusahaan pemasok minyak terbesar untuk Petral. Selain itu, ia juga adalah beneficial owner dari PT Tanki Merak dan PT Orbit Terminal Merak yang terseret dalam kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia sudah memainkan peran sentral dalam skema-skema koruptif di tubuh Pertamina sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014), dan salah satu pengamat bahkan menyatakan bahwa aktivitas ini telah berlangsung sekitar 30 tahun.
Video 1
Video YouTube tersebut merupakan sebuah podcast dari 'Terus Terang Forum' yang dipandu oleh Faisal Mustari. Dalam video tersebut, ia mewawancarai mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, dan aktivis antikorupsi, Mahfud MD, untuk membahas kasus korupsi dan mafia migas di Pertamina.
Pengalaman Sudirman Said Melawan Mafia Migas: Sudirman Said menceritakan upayanya memberantas mafia migas, khususnya Mohammad Riza Chalid. Ia sempat membentuk tim reformasi yang merekomendasikan pembubaran Petral, anak perusahaan Pertamina, yang diklaim berhasil menghemat anggaran negara.
Peran Riza Chalid: Baik Mahfud MD maupun Sudirman Said menyebut Riza Chalid sebagai "Godfather" atau "raja" mafia migas yang memiliki pengaruh besar dan kerap lolos dari jerat hukum. Mereka juga membahas bagaimana pengaruhnya meluas ke pejabat tinggi dan ia sering terlihat di acara kenegaraan [24:41].
Keterlibatan Pejabat Tinggi: Sudirman Said menceritakan bahwa saat ia mengusut kasus ini, Presiden Jokowi sempat marah dan menanyakan siapa di balik tindakannya, menunjukkan bahwa Jokowi sendiri merasa kekuatan Riza Chalid dan Setya Novanto sangat besar [24:50]. Mahfud MD menyoroti langkah Kejaksaan Agung yang akhirnya menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka, yang dianggapnya sebagai langkah berani.
Kritik terhadap Pemerintah dan Institusi: Para pembicara mengkritik adanya pergeseran sikap Jokowi dari anti-korupsi di awal masa jabatannya menjadi terkesan melindungi figur-figur kuat di kemudian hari [36:04]. Mereka juga menyayangkan melemahnya lembaga-lembaga seperti KPK dan KASN.
Komisi Aparatur Sipil Negara (telah dibubarkan), sebuah lembaga nonstruktural yang didirikan untuk memastikan profesionalisme dan netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pelayanan publik.
Solusi Jangka Panjang: Keduanya sepakat bahwa Pertamina, dengan skala finansialnya yang besar, telah menjadi "ladang pembantaian bagi orang-orang baik" yang masuk ke dalamnya [57:38]. Solusi jangka panjang, menurut mereka, adalah dengan fokus pada pendidikan dan membangun generasi pemimpin yang beretika.
Video 2
Ringkasan poin-poin utama yang berkaitan dengan Mohammad Riza Chalid:
Pelemahan KPK dan Kekuatan Baru Kejaksaan Agung: Video tersebut membahas melemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah revisi undang-undang pada tahun 2019 [03:01]. Kondisi ini menciptakan dinamika baru, di mana Kejaksaan Agung kini mengambil peran lebih aktif dalam mengungkap kasus-kasus korupsi besar, termasuk yang terkait dengan Pertamina [00:17].
Kasus "More" (Riza Chalid) di Pertamina: Nama Riza Chalid disebut dalam video dengan kode "More," yang merujuk pada perannya sebagai mafia migas di Pertamina [09:56]. Nara sumber menyebutkan bahwa nama "More" (Riza Chalid) muncul dalam laporan audit Kordamenta tahun 2015 mengenai Petral, anak perusahaan Pertamina [10:07]. Keterkaitan Pertamina dengan korupsi disebut memiliki hubungan historis dengan Istana [12:01].
Solusi untuk Pertamina: Salah satu solusi yang diusulkan untuk mengatasi korupsi di Pertamina adalah dengan melakukan Initial Public Offering (IPO) dalam 10 bulan [15:26]. Hal ini diyakini akan meningkatkan transparansi dan mempersulit pihak-pihak dengan "kepentingan khusus" untuk mengendalikan perusahaan.
(Jkt, 12/08/25)
Dari utas di akun X: 'SEGENAP TANDA PERSEMBUNYIAN RIZA' (link asli di bawah) tersebut menyoroti hubungan Riza Chalid dengan tokoh-tokoh politik Malaysia, termasuk Perdana Menteri Anwar Ibrahim dan Sultan Kedah Sallehuddin bin Sultan Badlishah. Foto pertemuan pada 2 Oktober 2022, di mana Riza tampak bersama Anwar dan Sultan, menunjukkan aksesnya ke lingkaran kekuasaan Malaysia. Pernyataan Muhammad Sanusi Md Nor, Menteri Besar Kedah, yang menyebut kekhawatiran tentang "sapi suap" menjelang pemilu 2026, mengindikasikan potensi penggunaan pengaruh politik untuk melindungi kepentingan Riza.
Muhammad Sanusi Md Nor, Menteri Besar Kedah, mengungkap bahwa Riza mengajukan permohonan wilayah tambang tanah jarang (rare earth elements) selama kunjungannya ke Malaysia. Berlokasi di Jln. Sultan Azlan Shah, Kuala Lumpur, perusahaan tempat Riza menjabat sbg direktur itu berdiri berdasarkan peraturan setempat. Pendirian perusahaan Triple Golden Innovation pada 23 November 2022—hari yang sama dengan pelantikan Anwar sebagai PM ke-10—mengisyaratkan strategi bisnis yang mungkin didukung oleh koneksi politik. Ini bisa dilihat sebagai upaya Riza untuk membangun basis ekonomi baru di Malaysia, sekaligus menciptakan alasan kuat untuk tinggal di sana di tengah tekanan hukum dari Indonesia.
Sanusi Md Nor menyatakan kekhawatirannya tentang potensi suap berupa sapi kurban menjelang pemilu Malaysia 2026. Ini mengindikasikan bahwa kehadiran Riza di Malaysia tidak hanya soal bisnis, tetapi juga dapat melibatkan dinamika politik lokal, di mana ia mungkin memanfaatkan sumber dayanya untuk memengaruhi atau mendukung tokoh-tokoh tertentu, termasuk sekutu Anwar Ibrahim.
Sikap Resmi Malaysia
Meskipun utas tidak secara langsung mengutip pernyataan Anwar, konteks diplomatik menunjukkan- bahwa Malaysia telah menyatakan tidak akan melindungi Riza dari penyelidikan korupsi, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Malaysia, Datuk Mohamad Alamin, pada 30 Juli 2025 (upsumber web terkait). Ini mencerminkan komitmen Anwar untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia, terutama dalam isu antikorupsi lintas batas, yang menjadi prioritas bilateral.
(Jkt, 13/08/25)
ANWAR RELEASE RIZA!
— Jess (@jezlai) August 9, 2025
INDONESIA GOV'T DEMANDING MSIA GOV'T IMMEDIATELY RELEASE & RETURN RIZA CHALID BACK TO INDONESIA AUTHORITIES.
INDONESIA AUTHORITIES CANCELLED RIZA PASSPORT, PUT HIM ON INTERPOL RED ALERT NOTICE & INDONESIA AUTHORITIES CAME TO MSIA 2 WEEKS AGO TO LOCATE RIZA. https://t.co/bX1NM7GpC3 pic.twitter.com/yxprf3lWP1
ANWAR RELEASE RIZA! INDONESIA GOV'T DEMANDING MSIA GOV'T IMMEDIATELY RELEASE & RETURN RIZA CHALID BACK TO INDONESIA AUTHORITIES. INDONESIA AUTHORITIES CANCELLED RIZA PASSPORT, PUT HIM ON INTERPOL RED ALERT NOTICE & INDONESIA AUTHORITIES CAME TO MSIA 2 WEEKS AGO TO LOCATE RIZA. Jess @jezlai
Pemerintah Indonesia menuntut pemerintah Malaysia segera membebaskan & mengembalikan Riza Chalid ke otoritas Indonesia. Pihak berwenang Indonesia telah mencabut paspor Riza, memasukkannya ke dalam daftar RED ALERT NOTICE Interpol, dan pihak berwenang Indonesia datang ke Malaysia dua minggu lalu untuk mencari Riza. - Jess@jezlai - 9 Agt.
Silfester yang ada di depan mata saja (sudah inkrah) gak di eksekusi, kok mau mengejar Riza Chalid, Silfester Matutina harusnya dihukum tapi dibiarkan bebas, @islah_bahrawi: 'Ndak Usah Muluk-muluk Kejar Riza Chalid'.
Apakah Kejaksaan Serius Menangkap Riza Chalid? Kalau Gw Sih Meragukan!! Riza Chalid tampak berada di kafe salah satu hotel ternama di Kuala Lumpur, Malaysia. Riza bertemu dengan Purwo Handoko, salah satu utusan Gemcorp Capital, perusahaan investasi asal Inggris.Ary @Ary_PrasKe2.
Apakah @PPATK (akan) memblokir rekening Riza Chalid? Mengkaitkan dengan pemblokiran yang marak oleh inisiasi PPATK terhadap rekening dormant.
(Jkt, 13/08/25)
Takasitau dari Berbagai Sumber
Patra Niaga adalah sub-holding atau anak perusahaan dari Pertamina (holding) yang bergerak di bidang perdagangan bahan bakar minyak (BBM), distribusi, dan logistik energi. Saat ini Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang diduga terjadi dalam kurun waktu tertentu (sekitar 2018–2023), berdasarkan informasi yang beredar. Fokusnya adalah pada pengelolaan minyak mentah, impor produk kilang, hingga distribusi BBM yang diduga tidak sesuai aturan dan merugikan negara.
Yang sedang diselidiki Kejagung menunjukkan adanya potensi kelemahan sistemik dalam tata kelola migas nasional. Modus seperti manipulasi impor, pengoplosan BBM, atau pengaturan kontrak bukanlah hal baru di sektor ini, tapi skala yang diduga (ratusan triliun) sangat besar dan perlu penanganan serius. Aktornya juga tidak jauh dari pemain lama, anak Riza Chalid terseret dalam kasus ini. Seperti yang dilangsir dari Tempo, Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai kasus dugaan korupsi bahan bakar minyak (BBM) di lingkungan PT Pertamina (Persero) mencerminkan buruknya tata kelola energi di Indonesia. Mekanisme yang ada saat ini, menurut Celios, belum memadai untuk mencegah praktik-praktik korupsi di sektor energi.
Mohammad Riza Chalid jadi Tersangka per Juli 2025
Pada perkembangan terakhir, Mohammad Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada 10 Juli 2025. Riza Chalid adalah Beneficial Owner dari PT Orbit Terminal Merak (OTM) dan PT Navigator Khatulistiwa. Ia diduga melakukan intervensi melawan hukum dalam kebijakan tata kelola PT Pertamina, khususnya terkait kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak. Bersama tersangka lain seperti Hanung Budya (mantan Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014), Alfian Nasution (mantan VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011–2015), dan Gading Ramadhan Joedo (Dirut PT Orbit Terminal Merak), Riza Chalid diduga memasukkan rencana kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak meskipun Pertamina tidak membutuhkan tambahan penyimpanan stok BBM. Menghilangkan klausul kepemilikan aset Terminal BBM Merak oleh Pertamina setelah kontrak 10 tahun, yang seharusnya menjadi bagian dari perjanjian. Tersangka menetapkan harga kontrak sewa yang tinggi, yaitu USD 6,5 per kiloliter, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,9 triliun berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tindakan ini dianggap melanggar hukum dan berkontribusi pada kerugian negara total Rp285 triliun.
Keterangan Kejaksaan Agung yang dilangsir dari Media
Kejaksaan Agung menjelaskan kasus dugaan korupsi Pertamina pada Senin malam atau tanggal 3 Maret 2025. Kasus korupsi ini menyangkut tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) rentang periode 2018-2023 yang melibatkan jajaran direksi anak usaha atau subholding Pertamina dan pihak swasta dan diperkirakan merugikan negara hampir Rp 200 triliun atau Rp 193,7 triliun. Keterangan Kejagung, Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025)
Dilangsir dari Tempo, Kerugian itu terdiri dari beberapa komponen, di antaranya ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri senilai Rp 35 triliun, serta pembelian minyak mentah dan produk kilang dengan harga mark-up melalui broker yang merugikan negara Rp 11,7 triliun. Selain itu, kebijakan impor ilegal ini juga berkontribusi terhadap meningkatnya biaya kompensasi dan subsidi BBM yang ditanggung APBN pada 2023, dengan nilai kerugian mencapai Rp 147 triliun.
Dikutip dari Tribune Sulbar dan CNN (terakhir menjadi 9 orang), ditetapkan menjadi tersangka:
9. Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga..
Muhammad Keery Andrianto Riza adalah anak dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid (di kasus Petral), yang memperoleh keuntungan dari pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang Pertamina. Pembubaran Pertamina Energy Trading Ltd atau Petral, anak usaha PT Pertamina pada 2015, diyakini terdapat praktik mafia minyak dan gas bumi (migas) dalam perdagangan minyak yang ditugaskan pada anak perusahaan PT Pertamina tersebut.
Modus yang Diduga Dipakai
Berdasarkan pola kasus korupsi di sektor migas yang sering terjadi, serta informasi yang biasanya muncul dalam kasus serupa, berikut adalah kemungkinan modus yang diselidiki Kejagung (catatan: ini bukan pernyataan fakta pasti, melainkan analisis berdasarkan pola umum):
Manipulasi Pengadaan dan Impor:
Diduga ada praktik yang tidak sesuai dalam pengadaan minyak mentah atau impor bahan bakar. Misalnya, impor dilakukan dengan harga yang lebih tinggi dari seharusnya, atau ada pengaturan dengan pihak ketiga (broker) untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Ini sering kali melibatkan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat internal. Pengadaan impor menggunakan metode penunjukan langsung (spot) alih-alih pemilihan langsung (term), menyebabkan pembayaran harga tinggi. Markup kontrak pengiriman (shipping) juga ditemukan, dengan keuntungan 13–15% untuk pihak swasta.
Pengoplosan BBM (Blending):
Salah satu isu yang sering mencuat dalam kasus BBM adalah dugaan pengoplosan, misalnya mencampur BBM bersubsidi (seperti Pertalite) dengan bahan lain untuk dijual sebagai BBM non-subsidi (seperti Pertamax) dengan harga lebih tinggi. Jika ini benar, maka ada kerugian negara karena subsidi digunakan tidak tepat sasaran, plus keuntungan yang dikantongi pelaku.
Ekspor dan Impor yang Tidak Optimal:
Ada dugaan bahwa minyak mentah dalam negeri diekspor dengan alasan tertentu (misalnya alasan teknis atau spesifikasi tidak sesuai), tetapi kemudian impor dilakukan dengan harga lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan domestik. Ini bisa menciptakan celah untuk korupsi melalui manipulasi harga atau kontrak.
Kerugian Negara melalui Subsidi dan Kompensasi:
Jika ada kecurangan dalam pengelolaan BBM, ini bisa berdampak pada perhitungan subsidi atau kompensasi yang diberikan pemerintah kepada Pertamina. Misalnya, ketika BBM oplosan atau impor mahal digunakan, biaya yang ditanggung APBN jadi membengkak.
Ada Apa dengan Riza Chalid?
Seperti dilaporkan Tempo, Buntut dari kasus yang menimpa anaknya, Muhammad Keery Andrianto Riza, rumah dan kantor Riza Chalid pun digeledah oleh Kejaksaan Agung pada Selasa, 25 Februari 2025. Dari penggeledahan itu, diamankan sejumlah dokumen dan uang tunai sebesar Rp 833 juta dan uang tunai dalam bentuk mata uang asing sebesar US$ 1.500. Riza bukan pertama kalinya terseret skandal soal minyak di tanah air. Pengusaha yang mendapat julukan ‘The Gasoline Godfather’ ini pernah beberapa kali disebut-sebut dalam kasus serupa.
Kejaksaan Agung membuka kemungkinan untuk memeriksa saudagar minyak Muhammad Riza Chalid terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang sedang ditangani. Seperti dilaporkan, bahwa rumah dan kantor Riza Chalid telah digeledah Kejaksaan, sehubungan dengan kasus yang menimpa anaknya. Ada apa dengan Riza?
Menurut Tempo, Riza Chalid beberapa kali tersandung kasus. Tiga hal besar diantaranya adalah:
Kasus impor minyak Zatapi pada 2008
Tahun 2008 Pertamina Energy Trading Limited (Petral) membeli minyak campuran yang diberi nama Zatapi melalui Global Resources Energy dan Gold Manor. Dua perusahaan ini terafiliasi dengan Riza Chalid. Impor 600 ribu barel minyak mentah Zatapi, atu transaksi pembelian minyak mentah itu menyebabkan Pertamina tekor Rp 65 miliar. Namun polemik kasus impor minyak Zatapi tersebut pada akhirnya dihentikan oleh Bareskrim Polri karena dinilai tidak merugikan negara.
Polemik Audit Petral
Satu temuan audit forensik itu menyebutkan kebocoran informasi pengadaan minyak mentah dan BBM merembes ke luar perusahaan lewat Trading88@ymail.com. Melalui grup e-mail inilah semua data rahasia Pertamina Energy Services, termasuk harga perkiraan sendiri (HPS), dibocorkan ke pihak luar. Akibatnya, Pertamina tidak mendapatkan harga yang kompetitif. Pihak luar yang menerima bocoran data itu adalah Global Energy Resources Pte Ltd dan Veritaoil Pte Ltd. Menurut Sudirman Said yang saat itu menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Global merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Muhammad Riza Chalid, importir kakap minyak dan gas.
Skandal Papa Minta Saham
Riza Chalid juga terseret skandal “Papa Minta Saham” bersama eks Ketua DPR RI Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI) Maroef Sjamsoedin. Skandal Papa Minta Saham mencuat setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Setnov disebut meminta jatah 11 persen saham Freeport dengan mencatut nama mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Seperti dikutip dari Kompas, Sudirman kemudian dicopot, beberapa bulan sebelum dicopot sempat menjadi sorotan karena melaporkan Setya Novanto, Ketua DPR saat itu, ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Sudirman melaporkan Novanto atas dugaan pencatutan nama Jokowi-JK untuk meminta saham dari PT Freeport Indonesia (kasus Papa Minta Saham).
Ada Apa dengan Ahok?
Dalam perkembangan terakhir, dikaitkannya Ahok (Basuki Cahaya Purnama) yang pernah menjabat Komisaris Utama di Pertamina holding dengan kasus ini, yang kebetulan kurun waktu nya bersinggungan dengan kurun waktu yang disidik Kejagung, yang akan dipanggil sebagai saksi. Publik akan bertanya, kebiasaan Ahok yang suka marah, terus terang dan anti KKN, mengapa kali ini jarang muncul tidak seperti biasanya sewaktu jadi Gubernur DKI, padahal terjadi penyelewengan besar di Sub-holding Pertamina.
Dalam wawancaranya di channel Youtube Narasi NewsRoom 'Blak-Blakan Ahok Soal Korupsi Pertamina - Ada Tangan Berkuasa Ikut Main', Ahok menjelaskan lingkup kerjanya secara umum dan dugaan berkaitan dengan manajemen secara keseluruhan, mengingat belum ada panggilan resmi.
Menjadi suatu keanehan bagi publik, jika Ahok dipanggil duluan, padahal kapasitas Ahok sebagai Komut Pertamina holding, sedang Patra Niaga, adalah subhoding dari Pertamina yang memiliki Komut dan Dirut tersendiri.
Ada pertanyaan, mengapa oplosan terjadi, namun kendaraan mewah yang notabene memakai Pertamax palsu (oplosan) sementara ini banyak yang aman, tidak ada keluhan di kontak 135 yang selalu dipantaunya.
Ahok juga menjelaskan beberapa kejadian kebakaran yang menjadi modus berulang penghilangan jejak, yang tidak tertangani manajemen.
Serta adanya beberapa kejanggalan-kejanggalan, Ahok menyarankan Kejagung untuk menelusuri: follow the money kerjasama dengan PPATK. Pertanyaan, mengapa Ahok diminta membereskan Pertamina, namun tidak menempatkannya sebagai direktur utama yang memiliki wewenang jauh lebih besar dibanding menjadi Komut, seperti yang diminta sebelumnya oleh 'teman dekat'nya? Lihat link Youtube di bawah dan juga transkripnya untuk lebih jelas dalam bentuk e-book.
Klaim Pertamina vs. Kejagung tentang Spesifikasi Minyak Domestik dan RON
Pertamina: Mengklaim bahwa penolakan minyak domestik didasarkan pada alasan teknis, seperti ketidaksesuaian spesifikasi kilang (misalnya, kandungan sulfur atau API gravity). Namun, tidak ada laporan pengujian independen yang dipublikasikan untuk mendukung klaim ini, dan Pertamina Patra Niaga membantah tuduhan pengoplosan BBM, menegaskan bahwa produk seperti Pertamax memenuhi spesifikasi RON 92.
Kejagung: Menyatakan bahwa alasan teknis hanyalah dalih, dengan bukti bahwa minyak domestik sebenarnya memenuhi spesifikasi kilang. Kejagung menyoroti bahwa penolakan ini dilakukan untuk membenarkan ekspor minyak domestik dan impor dengan harga tinggi, melibatkan permufakatan jahat antara pejabat Pertamina dan pihak swasta seperti Mohammad Riza Chalid dan MKAR.
Ketiadaan Bukti Pengujian Independen, tidak ada laporan publik yang menyebutkan hasil pengujian spesifikasi minyak domestik oleh pihak ketiga seperti PT Sucofindo atau laboratorium independen lainnya. Hal ini melemahkan klaim Pertamina, karena tidak ada verifikasi objektif yang dipresentasikan untuk mendukung alasan penolakan.Sementara argumen Kejagung didukung oleh barang bukti yang disita, pemeriksaan saksi, dan data produksi-impor. Namun, detail spesifik dari bukti ini (misalnya, laporan pengujian minyak domestik) belum diungkap secara terbuka, sehingga publik hanya mengandalkan pernyataan resmi Kejagung.
Tersangka dan Proses Teknis Blending, Mengapa tidak bisa mengubah Nilai Oktane di Depo?
Polanya rezim akan semakin jelas, bagaimana orang-orang baik tersingkir atau disingkirkan dari kekuasaan, demi kepentingan segelintir orang-orang di pemerintahan, yang makin menumpuk kasus-kasus korupsi besar.
Penerapan e-procurement dan e-catalog dan perangkat lelang lainnya sebagai keniscayaan untuk pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pertamina agar transparan dan akuntable, sehingga berbagai supplier langganan dengan back-up oknum di DPR akan ter-eliminasi (jika tidak mengikuti aturan). bagaimanapun pengadaan yang terindikasi tidak transparan akan membuat harga akhir BBM di konsumen begitu tinggi (bandingkan dengan <alaysia dan negeri tetangga lain), bahkan membuat Pertamina selalu rugi.
Di bawah, saduran dari akun paralon17 (Oil & Gas Engineer) di reddit yang membahas teknis blending dll, memberi wawasan kita lebih luas tentang fraud ini. Namun catatan, karena KKN di Indonesia begitu dahsyat dan merasuki berbagai sendi dan komunitas, maka pengujian teknis seperti di Lab Sucofindo dan/atau Lab ESDM untuk kadar BBM perlu diperbandingkan dengan kadar RON dll pembanding di luar negeri seperti Malaysia atau Brunei. bagaimanapun ini masalah kepercayaan (integritas) di Republik ini sedang terkikis. Tidak bisa kita hanya percaya ke satu pasokan atau pengujian.
Untuk lebih jelas:
1. Tempo.co: Celios: Kasus Dugaan Korupsi BBM Pertamina Cermin Buruknya Tata Kelola Energi di Indonesia
2. Tempo.co: Profil Riva Siahaan, Dirut Pertamina Patra Niaga yang Jadi Tersangka Korupsi
3. Tempo.co: Kronologi Korupsi Pertamina yang Rugikan Negara Hampir Rp 200 Triliun
4. RMOL Sumsel: Kejagung Buka Peluang Pemeriksaan Riza Chalid dalam Kasus Korupsi Minyak
5. Tribun Sulbar:Peran 7 Tersangka Kasus Kelola Minyak Libatkan Bos Pertamina Patra Niaga
6. Youtube: Blak-Blakan Ahok Soal Korupsi Pertamina: Ada Tangan Berkuasa Ikut Main
7. Tempo.co: Skandal yang Pernah Menyeret Nama Riza Chalid: Zatapi, Petral dan Papa Minta Saham.
8. Kompas.com: Kisah Anies dan Sudirman Said: Sama-sama Dicopot dari Menteri Jokowi, Kini Erat pada Pilpres 2024
9. Detik.com: Jaksa Agung Nyatakan 'Blending' Bensin Tak Terkait Kebijakan Pertamina
10. Kompas.com: Kejagung Periksa Eks Dirjen Migas Djoko Siswanto sebagai Saksi Dugaan Korupsi Pertamina
11. CNN: Kejagung Bantah Erick Thohir dan Boy Terlibat Kasus Pertamina
12. Detik.com: Erick Thohir Ungkap Rapat Bareng Jaksa Agung Jam 11 Malam
13. CNN: Daftar 9 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina
14. Reddit (peringatan tidak pribadi):Tentang Kasus Korupsi Pertamina, Summarized by an Oil & Gas Engineer
15. Perupadata: Tersangka & Diagram alur modusnya
16. Tempo.co: Alasan Kejagung Periksa Ahok Lebih Dulu Dibanding Direksi Pertamina
17. AntaraNews: Ahok: Kejagung seharusnya panggil Alfian Nasution soal minyak mentah
(Jkt, 03/03/25 - edited & Refined 07/03/25 - updated 14/03/25 - updated2 24/07/25) - NEW
Youtube channe l- Narasi NewsRoom: Blak-Blakan Ahok Soal Korupsi Pertamina: Ada Tangan Berkuasa Ikut Main | Bicara
Blak-Blakan Ahok Soal Korupsi Pertamina:
Ada Tangan Berkuasa Ikut Main | Bicara
Youtube Channel: Narasi Newsroom
Wawancara Ahok tentang Korupsi di subholding Pertamina: Patra Niaga. Seperti biasa, Ahok blak-blakan dan akan lebih terbuka jika Kejaksaan Agung memanggilnya
... Ini ada tangan yang berkuasa ikut main.Kalau menurut saya gitu loh.., di Republik ini, (kasus) ini bisa jadi lebar ke mana-mana, (kalau) kasus k dibongkar. Saya senang banget ini saya boleh keluar dari sini, tapi catatan yang saya punya, kalau rezim betul-betul mau membereskan Negeri Ini dari korupsi di Migas dan Pertamina, Saya berani jamin, saya (bisa) dengan data ini akan penjarakan...
Dari akun reddit - Paralon17
Tentang Kasus Korupsi Pertamina, Summarized by an Oil & Gas Engineer
Sori, gue baru bisa bikin postnya sekarang karena bbrp kesibukan. Sekarang gue mau bahas terkait kasus korupsi ini, kesalahan persepsi di masyarakat terkait korupsi ini, dan apa yang harus lu lakukan sebagai masyarakat awam terkait ini
Karena jujur, gue jg resah dengan banyaknya misinformasi yang beredar dan menyebabkan kepanikan yg ga perlu di masyarakat sehingga gue perlu lurusin beberapa hal
For my background, gue sarjana teknik kimia, sekarang udah 4 tahun bekerja sebagai process engineer di industri energi. I'm not an expert, but I try my best to explain it clearly.
Asumsi yang gue gunakan adalah berita yang keluar beberapa hari ini. Apabila ada update karena data terbaru atau perlu ada koreksi karena berita terbaru, gue akan update di post berikutnya ya. Stay tune
1. Proses Pengilangan Minyak Bumi
Pertama, gue mau start dari sini dulu supaya lu pada bisa lebih paham kasus korupsinya. Gue ga bakal terlalu detail, karena pas kuliah bagian ini ada kuliahnya tersendiri sebanyak 2 SKS jd kalau gue jelasin terlalu detail yang ada malah puyeng hahaha. Okay, let's begin
Jadi bensin yang lu pake di kendaraan itu berasal dari minyak bumi. Minyak bumi ini melalui proses pengilangan untuk diolah menjadi berbagai produk turunan seperti bensin, LPG, oli, aspal, dll. Gue ga bakal bahas semuanya, tp gue bahas khusus pembuatan bensin aja (thanks to one of the Sr. Engineer in Refinery who create this simplified diagram).
Jadi, minyak bumi yang dibeli dari pihak KKKS (Pertamina Hulu, BP, Exxon, etc.) ataupun yang impor langsung dari negara lain (karena negara kita emg net importir minyak skrg) yang sesuai dengan spesifikasi kilang diumpankan ke unit Crude Distillation Unit (CDU). Di CDU, minyak bumi didistilasi (pemisahan berdasarkan titik didih) menjadi beberapa senyawa, yaitu LPG, naphtha, kerosene, diesel, fuel oil, dan residu lainnya.
Nah, si naphtha ini yang akan diolah menjadi bensin. Naphtha sendiri masih memiliki angka oktan yang rendah yaitu di sekitaran 60. Si naphtha ini lalu diumpankan ke reaktor reforming untuk diubah menjadi HOMC (High Octane Mogas Component) menggunakan katalis. HOMC ini memiliki oktan senilai 95.
Abis itu, kita masuk ke proses pengoplosan atau yang dikenal sebagai blending, di proses ini, HOMC akan 'dioplos' dengan naphtha untuk mendapatkan bensin Pertamax (Oktan 92) dan Pertalite (Oktan 90). Resep ngoplosnya ada di foto. Utk proses blending sendiri ga segampang nyampur2 kopi sama susu di kopi susu ya, disitu ada sistem kontrolnya sendiri dan ada sistem uji otomatisnya sendiri sehingga mutu bensin tetap terjaga. Jadi jangan coba2 asal oplos tanpa perhitungan yg akurat, yg ada mesin kendaraan lu yg rusak.
Setelah proses blending selesai, bensin lalu dikirim ke Terminal BBM (TBBM). Di Indonesia, kilang dan TBBM ini dimiliki oleh perusahaan yang berbeda. Kilang2 di Indonesia dikelola oleh PT KPI (Kilang Pertamina Indonesia) dan TBBM dikelola oleh PT Pertamina Patra Niaga (Pertamina), PT AKR (BP), Shell, dll. Setau gue, bensin dari PT KPI dibeli semua sm Pertamina Patra Niaga, klo yg lain itu impor dr negara lain (mostly Singapore, because they have a lot of refineries there). Tapi secara overall process mau dr kilang Indo ataupun kilang Singapore prosesnya sama. Oiya, per 2025 ini, kilang Shell di Singapore (Shell Energy and Chemical Park) bakal diakuisisi sm Indonesia via PT Chandra Asri.
Back to the topic, di TBBM, bensin dari kilang akan diberi pewarna sama aditif. Pewarna ini berguna utk membedakan tipe2 bensin (pertamax biru, pertalite ijo, pertamax plus merah, dsb.) krn warna asli bensin itu bening kekuningan semua dan aditif berfungsi untuk meningkatkan mutu bensin. Aditif yg diberikan biasanya adalah anti korosi, water repellant, dispersant, dll. Nah, tiap distributor punya resep aditif yg berbeda2, jd tiap merek pom bensin punya resep bensinnya sendiri2, tapi musti memenuhi baku mutu yg ditetapkan oleh pemerintah via ESDM. Nah, abis ditambah pewarna dan aditif baru deh dikirim ke pom bensin terdekat utk dijual.
2. Uji Mutu Bensin
Sebelum dijual di pom bensin, bensin ini memiliki uji mutu untuk memenuhi mutu bensin yang telah ditetapkan. Uji mutu ini dilakukan beberapa kali, mulai di outputnya kilang, di TBBM, hingga di SPBU. Apa aja sih yang diuji? Ada sekitar 20an parameter yang diuji berdasarkan ketentuan dari Dirjen Migas
Utk pertamax, pertamax plus, super, v-power, etc: https://migas.esdm.go.id/cms/uploads/regulasi/regulasi-kkkl/2022/kepdirjen-standar-dan-mutu-(spesifikasi)-bensin-ron-91-dan-95.pdf
Utk pertalite: https://migas.esdm.go.id/cms/uploads/regulasi/regulasi-kkkl/2017/kepdirjen-no.-0486.k_10_djm.s_2017-(spesifikasi-bbm-bensin-90).pdf
Uji mutu ini dilakukan oleh LEMIGAS nya ESDM tapi ada lembaga2 lain yang menawarkan pengujian jg seperti Sucofindo dan TUV Rheinland. Oiya, Sucofindo dan TUV Rheinland jg dipakai Pertamina skrg utk menguji mutu bensin di luar pengujian resmi oleh LEMIGAS
So, what's the result? Bensin-bensin dari pertamina masih memenuhi baku mutu dari ESDM. Pengujian ini jg udh dilakukan beberapa kali karena isu bensin ini selalu naik dalam bbrp tahun terakhir, so, here's the links for the results
https://www.gridoto.com/read/223113444/uji-bahan-bakar-oktan-98-di-lab-resmi-mana-yang-terbaik (utk pertamax turbo vs shell)
Oiya, lu jg bisa melakukan uji sendiri ke lab2 tersebut kalau penasaran. Pengalaman gw klo uji sampel sih enaknya di sucofindo krn klo pake lab ESDM lumayan ribet hahaha (birokratis bgt). Persyaratannya adalah biodata diri / perusahaan, sampel sebanyak ketentuan dan pengemasan yg diminta oleh lab, dan duit utk bayar pengujiannya. Ada kok anggota DPR yang nguji sendiri bensinnya di 2022, hasil dapat dilihat di sini
Ini gw ambil dr twitternya Mulyanto, anggota DPR dari fraksi PKS periode 2019-2024. Waktu itu isunya heboh di pertalite jd adanya hasil pengujian dr pertalite di tahun 2022
Oiya, untuk hasil angka oktan, please, jangan percaya hasil pengujian menggunakan alat pengukuran oktan celup kayak gini
Kenapa jangan dipercaya? Karena alat tersebut ga sesuai dengan standar ASTM D2699 (standar pengujian oktan internasional) dan kita gatau bagaimana alat tersebut dikalibrasi, jadi hasilnya belum tentu akurat. Oiya, alat pengujian oktan sesuai standar ASTM D2699 itu seperti ini, beda banget kan hehe
3. Kasus Korupsi Oleh Pertamina
Okay, sekarang kita masuk ke inti post ini yaitu kasus korupsi yang baru heboh beberapa hari ini.
Jadi, kasus korupsi ini terbagi menjadi dua, yaitu: a. Korupsi impor minyak mentah dan b. Korupsi impor bensin.
Kasus a dan b berkaitan, tapi gue pisahin penjelasannnya biar lebih runtut
a. Korupsi Impor Minyak Mentah
Jadi, Kementerian ESDM melalui Permen no. 42 Tahun 2018 (yang diupdate oleh Permen no. 18 Tahun 2021) itu mewajibkan seluruh KKKS (kontraktor pengelola minyak bumi lokal, seperti Pertamina Hulu Energi, Exxon Cepu, MedcoEnergi, dll.) untuk memprioritaskan penjualan minyak mentah mereka ke Pertamina via PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk ketahanan energi nasional. Apabila masih ada minyak bumi berlebih, maka kelebihan tersebut baru boleh diekspor ke luar negeri. Peraturan ini dibuat untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap impor dari luar negeri
Nah, para petinggi PT KPI ini melalui rapat optimasi hilir migas, menyatakan bahwa minyak bumi dari KKKS tidak memenuhi spesifikasi kilang dan harganya tidak ekonomis sehingga tidak bisa diserap oleh kilang-kilang PT KPI. Akibatnya, minyak bumi dari KKKS ini harus diekspor ke luar negeri karena ditolak oleh Pertamina. Untuk memenuhi kebutuhan nasional, Pertamina melalui PT KPI terpaksa melakukan impor minyak bumi dari luar negeri
Tapi, berdasarkan informasi dari kejaksaan agung, minyak bumi dari KKKS ini masih memenuhi spesifikasi kilang di Indonesia dan harganya masih ekonomis sehingga pihak PT KPI telah melanggar peraturan menteri ESDM yang telah gw sebutkan di atas karena memaksakan impor dari luar negeri untuk kebutuhan kilang mereka. Ternyata, org2 Pertamina melakukan ini demi keuntungan pribadi dan telah bersekongkol dengan para mafia impor migas utk keuntungan mereka masing-masing. Mafia migas untung dapet fee dari impor migas, dan para org2 pertamina tersebut jg untung krn kecipratan duit dari mafia2 tersebut. Yang rugi siapa? Tentu negara dan masyarakat hehe
Kerugian negara dari skema ini ditimbulkan oleh selisih harga antara minyak bumi lokal dan minyak bumi impor karena minyak bumi impor lebih mahal sehingga negara via Pertamina musti keluar duit banyak utk beli minyak impor ini, padahal kenyataannya tidak perlu dan duit negara bisa dihemat kalau impor ini bisa dikurangi
b. Korupsi Impor Bensin
Nah, ini the spicy part yg bikin kepanikan di masyarakat. Yaitu masalah impor bensin.
Utk kronologinya, berdasarkan informasi dari kejaksaan agung, para petinggi Patra Niaga bekerjasama dengan petinggi PT KPI untuk 'menyesuaikan' kapasitas kilang di Indonesia agar ada defisit BBM yang cukup besar. Defisit BBM ini lalu dipenuhi oleh Patra Niaga via impor bensin langsung dari luar negeri, yang seharusnya hanya dilakukan sebagai last resort oleh Patra Niaga kalau produksi BBM dari kilang PT KPI tidak memenuhi.
Disini yang berperan ada dua PT yaitu PT KPI dan Patra Niaga. Petinggi PT KPI berperan utk memanipulasi kapasitas kilang di Indonesia dgn manipulasi jumlah feedstock (minyak bumi yang diumpankan ke kilang) agar produksi BBM kita tidak optimal, dan Patra Niaga berperan untuk mengimpor BBM langsung dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan jumlah BBM nasional, yg jumlahnya jd bengkak karena manipulasi feedstock dari pihak PT KPI
Tapi, Patra Niaga lebih serakah lagi karena mereka memanipulasi jenis bensin yang dibeli. Di atas kertas, mereka membeli bensin kualitas Pertamax (RON 92) tapi prakteknya, mereka membeli bensin kualitas Pertalite (RON 90) yang diblending di depo milik mafia migas agar kualitasnya sama dengan RON 92 dari kilang
Untuk bagian blending ini, gue tegaskan, bagian ini memang ilegal karena blending harusnya dilakukan di kilang, bukan di depo. Tapi, kalau mutunya memang sesuai dengan standar dari ESDM dan mereka melakukan blending sesuai prosedur yg dilakukan di kilang, bensin hasil blending ini mutunya akan sama dgn bensin RON 92 yg seharusnya sehingga lu tidak perlu khawatir terkait mutu bensin yg digunakan, krn mereka blendingnya secara teknis sesuai prosedur, tapi secara keuangan merugikan negara.
Problemnya bukan di oplosannya, tapi di markup harganya. Ini yg pengen gue highlight krn bagian ini sering digoreng sm media sehingga menimbulkan misinformasi dan kepanikan yang ga perlu sebenernya
Jadi kerugiannya apa aja nih di bagian b ini, kerugiannya adalah:
Kerugian negara akibat alokasi anggaran yg berlebihan utk impor BBM yang tidak seharusnya dilakukan, sama seperti kasus a, ada selisih harga antara BBM lokal dan BBM impor yang menyebabkan negara via Pertamina musti keluar duit lebih banyak dr seharusnya utk impor BBM
Kerugian negara akibat selisih harga antara RON 90 dan RON 92 karena mereka di atas kertas beli RON 92 tapi prakteknya mereka beli RON 90, selisih duitnya langsung dibagi2 dan ditilep oleh para petinggi Patra Niaga dan para mafia impor BBM
Klo lu ngikutin kasus-kasus migas dari jaman dulu, ini sebenernya adalah kasus Petral 2.0 dan org2 yg ikutan main disini setau gue jg orang2 eks-Petral dan para mafianya sendiri jg masih bagian dari mafia Petral yaitu keluarga Riza Chalid. Kasus ini ada karena rekomendasi Satgas mafia migas di awal2 pemerintahan Jokowi tidak dilaksanakan dengan baik, sehingga celah yg ada di Petral lahir lagi di PT Pertamina Patra Niaga dan PT KPI
4. What Next?
Dari posting panjang lebar ini, saran gue adalah:
Ga usah khawatir kalau mau pake BBM dari pertamina, udah 1 lembaga pemerintahan, 1 BUMN, dan 1 perusahaan luar negeri yang memverifikasi bahwa BBM dari pertamina sesuai baku mutu yang ditetapkan oleh ESDM. Tapi kalau lu emg cocok pake BBM dari Shell, BP, Vivo, dll. Itu jg gapapa, itu adalah hak lu sebagai konsumen. Tapi buat fanboy bensin luar negeri, lu pada ga usah bashing bensin Pertamina berlebihan kalau lu ga ada data konkritnya
Tetap awasi kasusnya karena mungkin ada detail2 baru yang muncul selama persidangan. Gue rencananya mau update kasus ini scr bulanan di sini kalau ada update terbaru karena kasus ini dekat dgn profesi gue sendiri. Kalau lu ada input terkait ini silahkan
5. FAQ
FAQ bakal gue update berkala, tapi gue mau bahas dulu pertanyaan2 yg gue inget
1. Masa sih bensin pertamina sesuai mutu? Gue kalau pake bensin pertamina lebih boros/tarikan tidak kencang/mesin kotor/dsb. Kalau gue pake bensin Shell/BP/Vivo ga gini kok
Okay, gue udh sering banget denger masalah ini di twitter. Gue sendiri pake 3 produk bensin yaitu dari Pertamina, Shell, sm BP. Kalau dari pengalaman gue pribadi, masalah utama dari BBM Pertamina itu emg lebih boros hahaha, tapi ga signifikan banget IMO. Tapi utk tarikan, mesin, dll. ga ada masalah sama sekali. Gue rutin servis ke bengkel dan ga ada keluhan apa2 di mesin walaupun gue pake pertamina
Kalau dari sudut pandang teknis, masalah yang ada di masyarakat bisa ditimbulkan oleh bbrp kemungkinan.
1. Komposisi aditif Pertamina yang kurang bagus. Seperti yg gue jelasin di awal, ada penambahan beberapa aditif di TBBM milik Pertamina yang menjadikan bensin Pertamina berbeda dgn bensin2 produk SPBU lain. Nah, aditif ini mungkin perlu diinvestigasi lebih lanjut apakah memang berpengaruh ke mesin atau tidak
2. Penggunaan kendaraan yang jorok. Nah, ini jg berpengaruh. Misal nih, pas pake bensin pertamina lu suka pake tablet2 penambah oktan trus ada kerak2 di tangki bensin lu. Trus lu switch ke Shell dan tablet2 itu lu ilangin jd kerak2 di tangki bensin lu ilang. Ternyata masalahnya bukan di bensin tersebut, tapi di tablet2 itu. Tapi lu udh keburu asumsi negatif sm bensin Pertamina jdnya lu salahin Pertamina, padahal itu salah lu sendiri. Atau lu emg jarang servis kendaraan pas pake Pertamina tapi rutin servis kendaraan pas pake Shell, yg salah bukan bensinnya tapi rutinitas lu utk servis kendaraan secara berkala yg salah
3. Placebo Effect. Otak manusia itu efisien, tapi ga akurat dalam mengingat sesuatu. Bisa aja perasaan2 kyk lebih boros, tarikan tidak kencang, dsb. itu cm persepsi lu doang yang teramplifikasi karena gorengan misinformasi dari media. Gue masukkin faktor ini krn belum ada ahli2 teknik mesin/teknik kimia yg melakukan penelitian dgn jelas terkait dampak perbedaan resep aditif Pertamina dan Shell, emg sesignifikan itu atau tidak. Jd selama belum ada data yg jelas, gue masukkin faktor ini sebagai kemungkinan penyebab

2. Apa sih RON itu? Kenapa itu penting banget untuk kita pantau
RON itu adalah Research Octane Number. Jadi, bilangan oktan itu adalah bilangan yang menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menahan kompresi pada mesin tanpa menimbulkan knocking
WTF is that? Jadi, knocking itu adalah fenomena dimana pembakaran pada piston mesin terlalu cepat sehingga terjadi getaran berlebihan pada bagian internal mesin dan mesin menjadi tidak efisien saat beroperasi
Bilangan oktan diukur dgn tujuan agar bahan bakar yg dipake bisa tahan terhadap kompresi sehingga bisa terbakar di saat yang tepat saat mesin berjalan, ilustrasinya seperti ini
Bilangan oktan diukur menggunakan standar performa iso-oktana (roll credits) saat pembakaran di mesin. Patokannya, angka oktan 100 itu setara dengan performa pembakaran 100% iso-oktana di mesin. Semakin rendah angka oktan, maka bensin semakin mudah terbakar, dan semakin tinggi angka oktan, maka bensin akan lebih sulit terbakar
Ini hanya berlaku di mesin bensin, utk mesin diesel, angka performanya adalah angka setana. Pembahasan angka setana nanti aja krn bakalan panjang lg hahaha
Oiya, utk angka oktan sendiri, ada 2 metode pengujian yaitu Research Octane Number (RON) yang digunakan di Indonesia dan Eropa, dan Motor Octane Number (MON) yang digunakan di US. RON diukur menggunakan simulasi ketika mesin dalam keadaan idle dan akselerasi, sedangkan MON diukur menggunakan simulasi ketika mesin dalam keadaan full-throttle. Standarnya jg beda, RON pake standar ASTM D2699 sedangkan MON pake standar ASTM D2700. Jadi kalau ada komodos yg tinggal di US, standar oktan lu itu beda sm standar oktan negara lain krn beda patokan yg digunakan
Kenapa angka ini penting utk diperhatikan? Karena angka ini mempengaruhi efektivitas mesin lu. Mesin2 kendaraan modern umumnya perlu bensin dgn angka oktan lebih tinggi (min. RON 92) sedangkan mesin2 mobil lama masih bisa 'makan' bensin dgn oktan lebih rendah (RON 90 or even RON 88)
Thanks for reading this long damn post, kalau mau tanya2, diskusi, atau koreksi silahkan aja, Thank you
Link Artikel asli di Reddit: akun paralon17 klik disini:
Reddit (peringatan tidak pribadi, sebaiknya lewat laptop saja): Kasus Korupsi Pertamina, Summarized by an Oil & Gas Engineer by paralon17



Petronas adalah singkatan dari Petroliam Nasional Berhad, yaitu perusahaan minyak dan gas milik negara Malaysia yang didirikan pada tahun 1974. Sebelumnya sudah ada dua perusahaan swasta yang sudah beroperasi di Malaysia, Namun Shell dan Exxon menolak memberi konsesi ke pemerintah Malaysia, setelah melakukan negosiasi dan pemberlakukan aturan akhirnya memberikan konsensi.
Terkini, banyak sorotan terhadap keduanya, mengingat bahwa ada selisih cukup besar antara harga BBM di kedua negara. Harga BBM RON 95 di Malaysia hanya sekitar 6.800 rupiah/liter, sedangkan Pertalite setara RON 90 di Indonesia 10.000 rupiah/liter. Disparitas harga ini menjadi hal besar setelah kasus Korupsi di Patra Niaga, subholding Pertamina, viral menjadi pertanyaan mengapa dan bagaimana pengelolaan keduanya. Bahkan ada fakta bahwa Pertamina menjual BBM lebih mahal, namun keuntungan malah 5 kali lebih kecil dibanding Petronas. Apa penyebabnya, salah satunya adalah habitat korupsi yang terus dipelihara oleh pemerintah dan dominasi orang-orang kotor yang memegang jabatan penting.
Perbandingan keuntungan antara Petronas (Malaysia) dan Pertamina (Indonesia) menunjukkan perbedaan yang signifikan, baik dari segi nominal laba bersih maupun faktor-faktor yang memengaruhinya. Berikut adalah analisis berdasarkan data terbaru yang tersedia hingga Maret 2025, dengan konteks operasional dan kebijakan kedua perusahaan:
Laba Bersih Terkini
Petronas: Pada tahun 2023, Petronas mencatatkan laba bersih sebesar RM 80,65 miliar (sekitar Rp 270 triliun dengan kurs Rp 3.350 per RM, berdasarkan nilai tukar rata-rata 2023). Ini menurun dari RM 103 miliar (sekitar Rp 344 triliun) pada 2022, tetapi tetap menunjukkan kinerja finansial yang kuat. Secara historis, Petronas konsisten mencatatkan laba tahunan di atas Rp 150 triliun dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh operasi global dan ekspor migas.
Pertamina: Pada tahun 2023, Pertamina membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 72 triliun (sekitar USD 4,6 miliar dengan kurs Rp 15.600 per USD). Ini meningkat dari Rp 29,3 triliun pada 2021 dan Rp 56,6 triliun pada 2022, menunjukkan tren positif setelah efisiensi dan kenaikan harga BBM nonsubsidi. Meski begitu, angka ini masih jauh di bawah Petronas, hanya sekitar 26,7% dari laba Petronas di tahun yang sama.
Faktor Perbandingan
Skala Produksi dan Ekspor
Petronas: Produksi harian Petronas pada 2023 mencapai sekitar 2,1 juta barrel of oil equivalent (boe), dengan status sebagai net eksportir migas. Ekspor LNG dan produk olahan ke pasar global (termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia) menyumbang pendapatan besar, seperti RM 93,7 miliar (Rp 313 triliun) dari ekspor pada 2021. Ini memungkinkan Petronas memanfaatkan harga pasar internasional yang tinggi.
Pertamina: Produksi harian Pertamina sekitar 900 ribu boe (termasuk anak usaha seperti Pertamina EP), jauh lebih rendah dari Petronas. Indonesia adalah net importir migas, dengan impor minyak mentah dan BBM mencapai USD 6,56 miliar (Rp 102 triliun) pada 2021. Ketergantungan pada impor ini meningkatkan beban biaya dan menekan laba.
Barrel of oil equivalent (BOE) merupakan satuan unit energi yang umumnya digunakan untuk standarisasi gas alam dan sumber daya energi lainnya menjadi satu barel energi minyak
Kebijakan Harga dan Subsidi
Petronas: Harga BBM domestik Malaysia (contoh: RON 95 pada RM 2,05/liter atau Rp 6.800/liter) disubsidi pemerintah, tetapi tekanannya lebih kecil karena konsumsi domestik Malaysia (sekitar 800 ribu barel/hari) jauh lebih rendah dibandingkan produksi. Subsidi pemerintah Malaysia pada 2023 mencapai RM 30 miliar (Rp 100 triliun), namun Petronas tetap untung besar dari ekspor.
Pertamina: Konsumsi BBM Indonesia mencapai 1,4 juta barel/hari, melebihi produksi domestik. Pertamina menanggung beban penugasan BBM subsidi (Pertalite dan Solar), dengan harga jual Rp 10.000/liter untuk Pertalite jauh di bawah harga pasar. Kompensasi subsidi dari pemerintah pada 2022 sebesar Rp 93,5 triliun membantu, tetapi sering terlambat, menyebabkan arus kas tertekan.
Aset dan Investasi
Petronas: Total aset Petronas pada 2023 sekitar RM 665 miliar (Rp 2.227 triliun), dengan belanja modal (capex) tahunan mencapai RM 55 miliar (Rp 184 triliun). Investasi besar di sektor hulu (eksplorasi laut dalam) dan ekspansi internasional (35 negara) meningkatkan profitabilitas.
Pertamina: Aset Pertamina pada 2023 sekitar USD 85 miliar (Rp 1.326 triliun), hampir separuh dari Petronas. Capex Pertamina pada 2023 sekitar USD 5,5 miliar (Rp 85 triliun), lebih kecil dan banyak dialokasikan untuk pemeliharaan kilang serta proyek baru yang belum sepenuhnya beroperasi.
Efisiensi dan Diversifikasi
Petronas: Petronas memiliki kilang modern dengan kapasitas 500 ribu barel/hari dan diversifikasi ke petrokimia serta energi terbarukan, seperti proyek hidrogen dan tenaga surya. Efisiensi operasional tinggi dan fokus pada pasar global mendongkrak laba.
Pertamina: Kapasitas kilang Pertamina sekitar 1 juta barel/hari, tetapi utilisasinya rendah (sekitar 80%) dan banyak kilang tua. Diversifikasi ke geotermal dan biofuel sedang berkembang, tetapi belum seagresif Petronas, sehingga kontribusi ke laba masih terbatas.
Perbandingan Langsung
Nominal Laba: Petronas Rp 270 triliun vs Pertamina Rp 72 triliun (2023) – Petronas unggul 3,75 kali lipat. Laba per Aset: Petronas menghasilkan laba bersih 12,1% dari asetnya, sementara Pertamina sekitar 5,4%. Ini menunjukkan Petronas lebih efisien dalam memanfaatkan aset.
Kontribusi ke Negara: Petronas menyumbang 15-20% pendapatan Malaysia (sekitar Rp 400-500 triliun per tahun), sedangkan Pertamina menyumbang Rp 200 triliun (pajak dan PNBP) pada 2023, atau sekitar 7% APBN.
Mengapa Petronas Lebih Unggul?
Posisi Net Eksportir: Malaysia memproduksi lebih dari kebutuhan domestik, sementara Indonesia bergantung pada impor.
Penugasan Pemerintah: Pertamina memiliki beban PSO (Public Service Obligation) yang besar, seperti BBM Satu Harga, yang tidak dialami Petronas dalam skala serupa.
Skala Global: Petronas beroperasi sebagai entitas bisnis multinasional, sedangkan Pertamina lebih fokus domestik dengan ekspansi internasional yang terbatas.
Manajemen dan Inovasi: Petronas lebih agresif dalam teknologi dan ekspansi, sementara Pertamina sering terhambat oleh birokrasi dan kepentingan politik.
Artikel di atas dihasilkan oleh Grok.
Pembenaran oleh Menteri BUMN
Menurut CNBC, 04 August 2022, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bicara dan menyebut laba rugi kedua perusahaan tidak bisa dibandingkan. Katanya, tidaklah benar, hanya saja perusahaan memang kadang mengalami kendala arus kas negatif yang disebut Erick karena subsidi yang belum diganti oleh pemerintah. Namun tidak juga disebutkan berapa subsidi yang belum dibayarkan pemerintah, seharusnya sudah bisa terlihat nominalnya sebagai catatan. Apapun alasannya, fakta bahwa memang Pertamina tidak efisien, dan harga BBM yang tinggi menjadi salah satu penyumbang biaya tinggi di faktor produksi, pada akhirnya harga produk dan jasa dalam negeri tidak kompetitif.
(jkt, 12/03/25) - akan diteruskan dalam artikel/e-book tersendiri.

Sistem pengelolaan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) dalam penyediaan serta kontrol harga dan kualitas bahan bakar minyak (BBM) di Malaysia mencerminkan peran strategisnya sebagai perusahaan minyak dan gas nasional yang dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah Malaysia. Petronas didirikan pada 17 Agustus 1974 berdasarkan Akta Pembangunan Petroleum 1974, dengan mandat untuk mengelola sumber daya minyak dan gas negara, memastikan kedaulatan energi, serta memberikan nilai tambah bagi masyarakat Malaysia. Berikut adalah penjelasan mengenai sistem pengelolaannya:
1. Penyediaan BBM
Petronas bertanggung jawab atas seluruh rantai nilai industri minyak dan gas di Malaysia, mulai dari eksplorasi dan produksi (upstream), pengolahan (midstream), hingga distribusi dan pemasaran (downstream). Dalam konteks penyediaan BBM:
Eksplorasi dan Produksi: Petronas melalui anak perusahaan seperti Petronas Carigali mengelola ladang minyak dan gas di dalam dan luar negeri untuk memastikan pasokan bahan baku yang stabil. Malaysia memiliki cadangan minyak yang signifikan, dan Petronas memanfaatkannya untuk kebutuhan domestik sekaligus ekspor.
Pengolahan: Petronas mengoperasikan kilang minyak, seperti di Kerteh dan Melaka, untuk mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk BBM seperti bensin (RON 95, RON 97), diesel, dan kerosene. Kapasitas kilang ini dirancang untuk memenuhi sebagian besar permintaan domestik.
Distribusi: Petronas memiliki jaringan infrastruktur yang luas, termasuk Paip Gas Semenanjung sepanjang 2.550 km dan lebih dari 2.000 stesen minyak di seluruh Malaysia. Distribusi dilakukan melalui terminal, depot, dan stesen minyak yang dikelola langsung oleh Petronas atau mitra dagangnya seperti Shell dan ExxonMobil yang juga beroperasi di bawah lisensi Petronas.
Penyediaan BBM domestik didukung oleh kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan dalam negeri sebelum ekspor, sekaligus menjaga keseimbangan antara penggunaan minyak dan gas alam sebagai sumber energi.
2. Kontrol Harga BBM
Harga BBM di Malaysia dikendalikan melalui mekanisme gabungan antara kebijakan pemerintah dan operasional Petronas:
Subsidi Pemerintah: Pemerintah Malaysia memberikan subsidi untuk BBM tertentu, khususnya bensin RON 95 dan diesel, agar harga tetap terjangkau bagi masyarakat. Misalnya, pada tahun 2023, harga RON 95 ditetapkan di RM 2,05 per liter (sekitar Rp 6.500 dengan kurs saat itu), jauh di bawah harga pasar global. Petronas sebagai pelaksana teknis menyalurkan BBM ini sesuai harga yang ditetapkan.
Mekanisme Harga Terkawal (Controlled Pricing Mechanism): Harga BBM nonsubsidi seperti RON 97 mengikuti harga pasar (floating price) dan diperbarui mingguan oleh Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup berdasarkan harga minyak mentah dunia serta kurs ringgit. Petronas menyesuaikan pasokan dan distribusi sesuai kebijakan ini.
Peran Petronas dalam Stabilisasi Harga: Petronas menggunakan keuntungan dari operasi globalnya (termasuk ekspor LNG dan produk petrokimia) untuk mendukung stabilitas harga domestik, terutama saat harga minyak dunia fluktuatif. Ini memungkinkan Malaysia mempertahankan harga BBM yang relatif rendah dibandingkan negara tetangga seperti Indonesia.
3. Kontrol Kualitas BBM
Petronas memiliki standar ketat untuk memastikan kualitas BBM yang dijual di Malaysia:
Standar Euro: Petronas memproduksi BBM yang memenuhi spesifikasi Euro 4M dan Euro 5 untuk bensin dan diesel, yang berfokus pada emisi rendah sulfur dan performa tinggi. Misalnya, RON 95 dan RON 97 di Malaysia memiliki kualitas lebih tinggi dibandingkan Pertalite (RON 90) atau Pertamax (RON 92) di Indonesia.
Pengujian dan Sertifikasi: Setiap batch BBM dari kilang Petronas melalui proses pengujian mutu untuk memastikan kepatuhan terhadap standar nasional dan internasional. Ini melibatkan pengendalian di laboratorium dan sertifikasi sebelum distribusi.
Inovasi Produk: Petronas mengembangkan bahan tambahan (additives) seperti dalam produk Primax untuk meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi, menunjukkan komitmen pada kualitas dan keberlanjutan.
4. Kerjasama dan Pengawasan
Petronas tidak bekerja sendiri. Sistem pengelolaannya melibatkan:
Kerajaan Malaysia: Kementerian seperti Kementerian Kewangan dan Kementerian Perdagangan Dalam Negeri menetapkan kebijakan subsidi dan harga. Petronas bertindak sebagai pelaksana operasional.
Mitra Swasta: Stesen minyak Petronas sering kali bekerja sama dengan perusahaan lokal (contoh: McDonald’s, Maybank) untuk meningkatkan layanan, tetapi kontrol kualitas BBM tetap di tangan Petronas.
Pengawasan Publik: Harga dan kualitas BBM di Malaysia sering menjadi sorotan publik, mendorong Petronas untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Keunggulan dan Tantangan
Keunggulan: Sistem ini memungkinkan Malaysia menawarkan BBM berkualitas tinggi dengan harga kompetitif, didukung oleh integrasi vertikal Petronas dari hulu ke hilir dan subsidi pemerintah.
Tantangan: Ketergantungan pada subsidi membebani fiskal negara, terutama saat harga minyak dunia tinggi. Selain itu, penyelundupan BBM ke negara tetangga (akibat harga murah) menjadi isu yang sulit diatasi.
Secara keseluruhan, sistem pengelolaan Petronas dalam penyediaan dan kontrol harga serta kualitas BBM di Malaysia adalah kombinasi antara operasi teknis yang canggih, kebijakan pemerintah yang protektif, dan fokus pada keberlanjutan energi. Ini menjadikan Malaysia salah satu negara dengan harga BBM paling terjangkau dan kualitas terjamin di kawasan ASEAN pada tanggal saat ini, 12 Maret 2025.
(jkt, 13/03/25) - akan diteruskan dalam artikel/e-book tersendiri.

PETRONAS Research Sdn Bhd (PRSB) dan @curtinuniversity Australia baru-baru ini menjalin kemitraan penelitian untuk mengatasi Korosi di Bawah Isolasi (CUI), salah satu bentuk korosi paling mahal dalam industri minyak, gas, dan petrokimia. (https://www.instagram.com/petronas/p/CfYpOWYjH7m/?img_index=1)
Di Malaysia, pengujian bahan bakar minyak (BBM) umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang memiliki kapabilitas teknis dan akreditasi untuk memastikan kualitas serta kepatuhan terhadap standar nasional dan internasional. Berikut adalah beberapa lembaga laboratorium utama yang biasanya terlibat dalam pengujian BBM di Malaysia, berdasarkan praktik industri dan peran Petronas sebagai pengelola utama sektor migas:
1. Petronas Research Sdn Bhd (PRSB)
Peran: Petronas, sebagai perusahaan minyak dan gas nasional Malaysia, memiliki fasilitas penelitian dan pengujian sendiri melalui Petronas Research Sdn Bhd. Laboratorium ini digunakan untuk menguji kualitas BBM yang diproduksi di kilang-kilang Petronas, seperti di Melaka dan Kerteh.
Fokus Pengujian: Memastikan BBM memenuhi spesifikasi seperti Euro 4M atau Euro 5 (rendah sulfur), serta melakukan pengujian performa, emisi, dan stabilitas bahan bakar.
Keunggulan: PRSB dilengkapi dengan teknologi canggih dan beroperasi di bawah standar internasional, seperti ISO/IEC 17025, yang merupakan standar akreditasi laboratorium pengujian.
2. SIRIM Berhad
Peran: SIRIM (Standards and Industrial Research Institute of Malaysia) adalah lembaga milik pemerintah Malaysia yang menyediakan layanan pengujian, sertifikasi, dan standardisasi. SIRIM sering digunakan untuk pengujian independen BBM guna memverifikasi kualitas produk yang didistribusikan di pasaran.
Fokus Pengujian: Pengujian fisik dan kimia BBM, termasuk kadar sulfur, angka oktan (RON), kepadatan, dan titik nyala, sesuai dengan standar Malaysia dan internasional.
Akreditasi: SIRIM terakreditasi oleh Malaysian Accreditation Body (Standards Malaysia) berdasarkan ISO/IEC 17025.
3. Lembaga Pengujian Swasta (Contoh: SGS Malaysia dan Intertek)
Peran: Perusahaan swasta internasional seperti SGS Malaysia dan Intertek juga beroperasi di Malaysia dan sering digunakan oleh Petronas atau distributor BBM untuk pengujian independen. Mereka biasanya terlibat dalam verifikasi kualitas BBM impor atau ekspor.
Fokus Pengujian: Analisis komposisi kimia, pengujian kontaminasi, dan kepatuhan terhadap spesifikasi kontrak atau regulasi.
Akreditasi: Kedua lembaga ini memiliki akreditasi global dan lokal, memastikan hasil pengujian diakui secara internasional.
4. Universiti dan Institut Penelitian
Contoh: Universiti Teknologi Malaysia (UTM) atau Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) memiliki laboratorium yang kadang-kadang digunakan untuk penelitian dan pengujian BBM, terutama untuk keperluan akademik atau proyek khusus bersama Petronas.
Fokus Pengujian: Biasanya lebih kepada pengembangan teknologi baru atau pengujian eksperimental, bukan pengujian rutin komersial.
Perbandingan dengan Indonesia
Indonesia (Sucofindo dan Lab ESDM):
Sucofindo: Lembaga swasta milik negara yang menyediakan layanan pengujian BBM untuk memastikan kualitas sesuai spesifikasi Pertamina dan regulasi nasional, seperti SNI. Sucofindo sering digunakan untuk verifikasi independen.
Lab ESDM (contoh: LEMIGAS): Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) di bawah Kementerian ESDM bertugas melakukan pengujian teknis dan mendukung kebijakan pemerintah terkait migas, termasuk BBM.
Malaysia (Petronas dan SIRIM):
Malaysia lebih terpusat pada Petronas sebagai entitas utama yang mengendalikan produksi dan pengujian internal, didukung oleh SIRIM untuk verifikasi independen. Tidak ada lembaga sekelas LEMIGAS yang fokus pada pengujian migas secara khusus di bawah kementerian, karena fungsi ini banyak diambil alih oleh Petronas.
Kesimpulan
Di Malaysia, pengujian BBM terutama dilakukan oleh Petronas Research Sdn Bhd untuk kebutuhan internal dan operasional, sementara SIRIM Berhad berperan sebagai lembaga independen yang mirip dengan Sucofindo di Indonesia. Lembaga swasta seperti SGS dan Intertek juga melengkapi ekosistem pengujian.
Berbeda dengan Indonesia yang memiliki LEMIGAS sebagai lembaga pemerintah khusus migas, di Malaysia peran ini lebih terintegrasi dalam operasi Petronas, mencerminkan pendekatan yang lebih terpusat pada perusahaan nasional tersebut. Semua lembaga ini memastikan BBM sesuai dengan standar seperti MS (Malaysian Standard) dan spesifikasi Euro yang berlaku di Malaysia pada 12 Maret 2025
(jkt, 14/03/25) - akan diteruskan dalam artikel/e-book tersendiri.
Pertamina sering dikaitkan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta perbandingannya dengan Petronas adalah topik yang kompleks, melibatkan faktor sejarah, tata kelola, budaya organisasi, dan konteks politik-ekonomi di masing-masing negara. Berikut analisis berdasarkan informasi yang tersedia hingga saat ini, dengan pendekatan kritis terhadap narasi yang ada.
Mengapa Pertamina Banyak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme?
Sejarah dan Politisasi Perusahaan
Pertamina, didirikan pada 1957, telah lama menjadi bagian integral dari ekonomi Indonesia, terutama sejak era Orde Baru di bawah Soeharto (1965-1998). Pada masa itu, Pertamina tidak hanya berfungsi sebagai perusahaan migas, tetapi juga sebagai alat politik untuk mendistribusikan keuntungan kepada kroni dan pendukung rezim melalui sistem patronase. Proyek-proyek besar sering diberikan kepada pihak tertentu tanpa proses yang transparan, membuka peluang kolusi dan nepotisme. Meski era Reformasi dimulai pada 1998, pola ini tidak sepenuhnya hilang karena desentralisasi kekuasaan justru memperluas peluang KKN ke level lokal.
Tata Kelola yang Lemah
Sebagai BUMN, Pertamina berada di bawah pengawasan pemerintah, tetapi pengawasan ini sering kali tidak efektif. Kasus terbaru pada 2025, misalnya, menunjukkan dugaan manipulasi impor minyak mentah dan produk kilang (2018-2023) yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Pejabat tinggi seperti Direktur Utama Pertamina Patra Niaga diduga terlibat dalam pengoplosan BBM (misalnya, mencampur Pertalite RON 90 menjadi Pertamax RON 92) serta mengatur tender untuk menguntungkan broker tertentu. Ini menunjukkan lemahnya mekanisme checks and balances internal dan eksternal.
Budaya Organisasi dan Tekanan Ekonomi
Pertamina sering dianggap sebagai "sapi perah" untuk kepentingan politik dan ekonomi, baik oleh pejabat negara maupun pihak swasta. Tekanan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional, ditambah dengan produksi minyak yang menurun (dari 1,6 juta barel per hari di era 1980-an menjadi 500-700 ribu barel saat ini), mendorong impor besar-besaran. Ketergantungan ini dimanfaatkan untuk mark-up harga atau praktik korupsi lainnya, seperti yang terungkap dalam kasus impor minyak mentah.
Kurangnya Reformasi Struktural
Meskipun ada upaya membentuk lembaga seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada 2003 untuk memberantas KKN, implementasinya terhadap BUMN seperti Pertamina sering terhambat oleh kepentingan politik. Pengamat seperti Fahmy Radhi dari UGM (2025) menyoroti adanya "backing" kuat di balik mafia migas, yang sulit disentuh selama bertahun-tahun.
Bagaimana dengan Petronas?
Petronas, didirikan pada 1974 di Malaysia, memiliki cerita yang berbeda dalam hal tata kelola dan KKN. Berikut beberapa poin kunci:
Tata Kelola yang Lebih Kuat
Petronas dikenal memiliki struktur manajemen yang lebih profesional dan independen dibandingkan Pertamina. Pemerintah Malaysia memberikan mandat kepada Petronas untuk mengelola sumber daya migas secara efisien, dengan fokus pada komersialisasi dan ekspansi global. Ini terlihat dari keberhasilannya menjadi perusahaan multinasional yang beroperasi di lebih dari 50 negara.
Konteks Politik yang Berbeda
Malaysia juga memiliki sejarah korupsi, seperti skandal 1MDB, tetapi Petronas relatif terlindung dari politisasi berlebihan. Pemerintah Malaysia cenderung menjaga Petronas sebagai aset strategis yang tidak terlalu diintervensi untuk kepentingan politik jangka pendek, berbeda dengan Pertamina yang sering menjadi alat politik di Indonesia.
Kinerja Finansial
Pada 2021, Petronas mencatat laba bersih Rp161,78 triliun, lebih dari lima kali lipat laba Pertamina (Rp29,69 triliun), meskipun aset Petronas hanya dua kali lipat aset Pertamina. Ini menunjukkan efisiensi operasional dan minimnya kebocoran akibat KKN dibandingkan Pertamina.
Budaya Anti-Korupsi
Petronas menerapkan standar tata kelola internasional yang ketat, termasuk transparansi dalam kontrak dan pengadaan. Meski tidak sepenuhnya bebas dari kontroversi, kasus KKN di Petronas jarang mencapai skala besar seperti di Pertamina
ret 2025.
Analisis Kritis
Narasi bahwa Pertamina "banyak KKN" sering diperkuat oleh kasus-kasus besar yang terungkap, tetapi ini juga bisa mencerminkan tingkat transparansi atau penegakan hukum yang lebih aktif di Indonesia dibandingkan Malaysia. Petronas mungkin tidak sepenuhnya bersih dari KKN, tetapi skandalnya kurang terekspos atau lebih terselubung karena sistem politik Malaysia yang lebih terpusat dan stabil. Selain itu, perbandingan ini sering mengabaikan konteks: Indonesia memiliki populasi dan kebutuhan energi yang jauh lebih besar, sehingga tekanan pada Pertamina juga lebih kompleks.
Kesimpulan
Pertamina banyak dikaitkan dengan KKN karena warisan sejarah politisasi, tata kelola yang lemah, dan budaya organisasi yang belum sepenuhnya direformasi. Sebaliknya, Petronas berhasil membangun reputasi yang lebih baik berkat manajemen profesional, independensi relatif dari politik, dan fokus pada ekspansi global. Perbandingan ini menunjukkan bahwa reformasi struktural dan pemberantasan "backing" politik di balik KKN adalah kunci untuk memperbaiki Pertamina, bukan sekadar menyalahkan individu atau budaya perusahaan semata. Namun, narasi ini perlu terus diperiksa secara kritis untuk memastikan tidak ada bias atau oversimplifikasi dalam menilai kedua perusahaan.
(jkt, 14/03/25) - akan diteruskan dalam artikel/e-book tersendiri. Artikel di adaptasi dari Grok