
Acara ini akan mempertemukan para peserta dari 148 negara, termasuk 19 kepala negara dan pemerintahan, 52 menteri luar negeri, dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. /TRT World
Antalya Diplomacy Forum (ADF) adalah konferensi internasional tahunan yang berfokus pada diplomasi, kebijakan, dan isu global, yang diselenggarakan di Antalya, Turki, sejak 2021.
Takasitau dari Berbagai Sumber.
LIVE: President Erdoğan LIVE at Antalya Diplomacy Forum 2025 | ADF 2025 LIVE | DRM News LIVE | AC1G - DRM News Live
Antalya Diplomacy Forum (ADF) adalah konferensi internasional tahunan yang berfokus pada diplomasi, kebijakan, dan isu global, yang diselenggarakan di Antalya, Turki, sejak 2021. Forum ini bertujuan menjadi platform dialog untuk membahas tantangan global, mempromosikan kerja sama multilateral, dan mencari solusi damai terhadap konflik serta krisis dunia. ADF diinisiasi oleh Kementerian Luar Negeri Turki, di bawah naungan Presiden Recep Tayyip Erdoğan, dan didirikan oleh mantan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlüt Çavuşoğlu.
Di bawah arahan Presiden Recep Tayyip Erdogan, Kementerian Luar Negeri menjadi tuan rumah Forum Diplomasi Antalya (ADF) yang keempat di Antalya, Turki, (di NEST Congress Center, Belek, Antalya, Turki) pada tanggal 11-13 April 2025. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Reclaiming Diplomacy in a Fragmented World. ” (Mendapatkan Kembali Diplomasi di Dunia yang Terfragmentasi). Platform seperti ini sangat dibutuhkan pada saat politik kekuasaan kembali muncul, ketegangan geopolitik dan persaingan internasional semakin meningkat, dan lembaga-lembaga internasional sedang dirongrong dan tidak berdaya. Tidak ada kekuatan dunia yang berusaha menjaga tatanan internasional tetap utuh, dan tatanan tersebut kini telah berantakan.
ADF menyediakan tempat diplomatik alternatif, yang membedakannya dengan tempat lain. Berbeda dengan platform Barat, yang sebagian besar digunakan oleh negara-negara Barat, Türkiye menyambut pengunjung dari setiap benua, merangkul seluruh dunia. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari 155 negara, sekitar 3.000-4.700 peserta dari berbagai negara, yang sebagian besar adalah negara-negara non-Barat. Dengan kata lain, ADF jauh lebih inklusif dan mencakup semua.
Kali ini, ADF menekankan bahaya dan ancaman yang sebenarnya dalam politik dunia. ADF telah meningkatkan kesadaran akan masalah dan topik yang sering diabaikan atau dihindari oleh negara-negara Barat. Misalnya, negara Suriah dan konflik Israel-Palestina adalah dua topik yang paling banyak dibahas di ADF. Forum ini sebagian besar berfokus pada proses restrukturisasi Suriah dan pembantaian di Gaza, yang dilakukan Israel dengan bantuan negara-negara adidaya Barat. Pembantaian di Gaza tidak menjadi topik dalam agenda negara-negara Barat atau negara-negara yang bergantung pada bantuan Barat. Dalam pertemuan tersebut, isu-isu dari dunia non-Barat serta tantangan dan keprihatinan global - terutama yang sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia - juga diangkat.
ADF sendiri bertujuan 1) mengatasi masalah global seperti konflik geopolitik, ketimpangan, perubahan iklim, terorisme, migrasi, krisis energi, dan erosi kepercayaan terhadap institusi internasional. 2) Mendorong diplomasi yang inklusif, adaptif, dan inovatif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk non-pemerintah. 3) Menyediakan alternatif platform diplomasi yang lebih inklusif dibandingkan forum Barat, dengan mengundang perwakilan dari berbagai benua, terutama negara-negara non-Barat.
Historis dari Tema dan Topik ADF
2021: "Innovative Diplomacy: New Era, New Approaches" – Berfokus pada transformasi diplomasi di tengah pandemi COVID-19.
2022: "Recoding Diplomacy" – Membahas inovasi praktik diplomatik dan dinamika global.
2024: "Advancing Diplomacy in Times of Turmoil" – Menyoroti perang, terorisme, xenofobia, risiko AI, dan perubahan iklim.
2025: "Reclaiming Diplomacy in a Fragmented World" – Mengkaji polarisasi global, ketidakadilan, krisis iklim, dan kelemahan sistem multilateral. Topik termasuk Gaza, Suriah, keamanan Eropa, dan kontraterorisme.
Pembicara dan Peserta
Kepala negara dan pemerintahan: Misalnya, Presiden Recep Tayyip Erdoğan dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto (pembicara pada sesi leader’s talk 2025). Prabowo menyampaikan pandangan bahwa dunia semakin menjauh dari prinsip keadilan dan tatanan berbasis aturan. Prabowo mengkritik inkonsistensi negara-negara Barat yang gagal menegakkan prinsip kemanusiaan dalam menanggapi krisis di Gaza, menyebut pembantaian anak-anak dan warga sipil tak bersenjata sebagai pelanggaran nilai demokrasi dan HAM. Menegaskan dukungan Indonesia untuk solusi dua negara (two-state solution) sebagai jalan damai.
Menteri luar negeri: Hakan Fidan (Turki), Sergei Lavrov (Rusia, 2022), Dmytro Kuleba (Ukraina, 2022), dan lainnya.
Diplomat dan pejabat tinggi: Perwakilan organisasi internasional seperti PBB, UNAOC, dan Dewan Eropa (misalnya, Sekjen Dewan Eropa Alain Berset pada 2025).
Akademisi dan pakar: Seperti Jeffrey Sachs, yang pada 2025 membahas peran AS dan Israel di Timur Tengah.
Pemimpin bisnis, media, dan masyarakat sipil: Termasuk think-tanker, jurnalis, dan perwakilan pemuda.
ADF diposisikan sebagai platform alternatif untuk diplomasi multipolar, menawarkan ruang bagi negara-negara berkembang untuk menyuarakan pandangan mereka. Forum ini juga mencerminkan ambisi Turki sebagai kekuatan tengah yang menjembatani Barat dan non-Barat, meskipun ada kritik terkait proyeksi ideologi Turki melalui ADF dan lembaga seperti TIKA dan Diyanet.
Selain ADF, pemerintah Turki terus mengintegrasikan secara sistematis fungsi-fungsi dari dua lembaga utama, Direktorat Urusan Agama (Diyanet) dan Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA), ke dalam kerangka kerja kebijakan luar negerinya. Kedua lembaga ini kini menjadi penting bagi proyeksi pengaruh agama, budaya, dan pembangunan Ankara, terutama di wilayah-wilayah yang secara historis memiliki kesamaan dengan identitas peradaban Utsmaniyah, Islam, atau Turki.
Kritik terhadap TIKA & Diyanet
Kritik terhadap Turkish Cooperation and Coordination Agency (TIKA) dan Directorate of Religious Affairs (Diyanet) sering muncul dalam konteks peran mereka sebagai alat kebijakan luar negeri Turki, terutama di bawah pemerintahan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) serta Presiden Recep Tayyip Erdoğan.
TIKA dikritik karena melakukan politisasi dengan mempromosikan ideologi Islam Sunni dan nasionalisme Turki, bukan kebutuhan lokal, misalnya melalui proyek di Suriah (pada saat masih dikuasai Bashar al-Assad) yang mendukung kelompok pro-Turki seperti HTS. Juga proyek dirancang tanpa konsultasi lokal (sewaktu Pemerintahan Asaad), dianggap mengesampingkan kedaulatan, seperti di Suriah utara untuk memperluas pengaruh Turki. Di Suriah, proyek TIKA di Idlib atau Afrin sering kali berfokus pada pendidikan agama atau infrastruktur yang terkait dengan identitas Turki, yang dapat memperdalam polarisasi di antara komunitas lokal yang beragam, seperti Kurdi atau Alawit.
Kritik terhadap politisasi Diyanet karena digunakan untuk mempromosikan agenda AKP, dengan anggaran besar dan khotbah politik, menyimpang dari sekularisme Turki. Juga dengan melakukan diskriminasi yang berfokus pada Islam Sunni Hanafi (Turki) dan mengabaikan minoritas seperti Alawit di Suriah, berpotensi memperburuk ketegangan sektarian.
Lebih jelas, baca artikel aslinya:
1. Special Eurasia: Antalya Diplomacy Forum 2025 and Turkey’s Use of Cultural and Religious Diplomacy
2. Daily Sabah: Antalya Diplomacy Forum 2025: A platform for a multipolar world order
3. TRT Global: Türkiye positions itself as ‘smart power’ as Antalya Diplomacy Forum 2025 kicks off
4. antalyadf.org: Antalya Diplomacy Forum 2025
5. Grok
(Jakarta, 21/04/25 )

Professor Jeffrey Sachs on CIA's Role in Syria & Operation Timber Sycamore | AC1G - DRM News (Youtube)
Prof. Jeffrey Sachs adalah ekonom terkenal dari Universitas Columbia dan Presiden UN Sustainable Development Solutions Network
Takasitau dari Berbagai Sumber
Sachs dikenal sebagai kritikus tajam terhadap kebijakan AS, dan kehadirannya di ADF memperkuat posisi forum ini sebagai platform alternatif untuk diskusi multipolar yang menantang narasi Barat. Sementara di kasus Suriah, di pihak penentangnya (AS, Israel, HTS dan pihak-pihak yang sekarang sebagai pendukung penguasa), narasinya dianggap terlalu menyederhanakan konflik Suriah dan mengabaikan faktor lain seperti represi rezim Assad atau peran aktor lain seperti Rusia dan Iran.
Kritik terhadap Kebijakan Luar Negeri AS
Sachs menegaskan bahwa ketidakstabilan di Timur Tengah, termasuk konflik Suriah, bukan semata-mata akibat konflik internal, melainkan hasil dari intervensi AS yang disengaja, sering kali dipengaruhi oleh kepentingan strategis Israel.
Ia menyebut operasi CIA seperti Timber Sycamore sebagai pemicu perang saudara di Suriah, dengan tujuan menggulingkan rezim Bashar al-Assad, yang menurutnya memperpanjang konflik dan menyebabkan penderitaan besar.
Sachs menyatakan bahwa AS telah memanipulasi kawasan Timur Tengah selama 100 tahun sejak Perjanjian Versailles, menggunakan strategi "pecah belah untuk memerintah" yang tidak menguntungkan negara-negara seperti Suriah, Turki, atau Lebanon.
Peran Israel dalam Konflik Regional
Sachs menuduh Israel, dengan dukungan AS, mendorong beberapa perang di kawasan, termasuk di Suriah, Lebanon, Irak, Libya, Somalia, dan Sudan. Ia merujuk pernyataan mantan Jenderal NATO Wesley Clark tentang rencana Pentagon pada 2001 untuk memulai tujuh perang dalam lima tahun, dengan Suriah sebagai salah satu target. Ia menyatakan bahwa Israel tidak akan mampu melancarkan perang atau melakukan "genosida di Gaza" tanpa dukungan politik, militer, dan finansial dari AS. Sachs juga menyebut Israel terus memprovokasi konflik dengan Iran, yang menurutnya dapat memperburuk ketidakstabilan regional.
Jalan Menuju Perdamaian
Sachs menekankan bahwa perdamaian di Timur Tengah tidak akan tercapai selama AS terus mendominasi kawasan. Ia menyerukan agar AS keluar dari kawasan dan menghentikan strategi perubahan rezim. Menurutnya, bahwa pengakuan AS terhadap negara Palestina dapat menjadi langkah kunci untuk menghentikan perang dan menciptakan normalisasi di kawasan.
Sachs mendorong diplomasi sejati sebagai solusi, bukan intervensi militer, dan menyarankan negara seperti Turki, yang memiliki pemahaman mendalam tentang kawasan, untuk memainkan peran lebih besar dalam memandu kebijakan menuju perdamaian.
Pandangan Kontroversial tentang Suriah
Sachs mengklaim bahwa perang Suriah bukanlah pemberontakan rakyat, melainkan hasil dari rencana AS-Israel untuk menggulingkan Assad, yang menurutnya didukung oleh kepentingan Israel untuk mempertahankan rezim yang tidak mengancam, seperti Assad yang tidak pernah serius menuntut kembali Dataran Tinggi Golan.
(Takasitau, Jkt, 21/04/25 - updated 05/05/25 - updated 2 26/05/25)

Para pejuang HTS berlatih di Provinsi Idlib, Suriah. - Photo: OMAR HAJ KADOUR/AFP/Getty Image

Para pejuang Jaysh al-Islam/Tentara Islam selama pelatihan di Desember 2020. Credit: The Army’s Telegram channel.

Sumber-sumber kredibel yang menjadi dasar pengetahuan publik tentang program Timber Sycamore ini, dari proposal Petraeus 2012, diotorisasi Obama 2013, pengaruh pemimpin asing seperti Raja Abdullah II dan Netanyahu, serta dukungan dari Saudi, Yordania, Qatar, dan UK.
Pengungkapan operasi intelejen Operasi rahasia Central Intelligence Agency (CIA) 'Timber Sycamore' yang berlangsung di Suriah dari tahun 2012 hingga 2017 didasarkan pada awalnya tulisan yang diterbitkan oleh Small Wars Journal, Jonathan W. Hackett dari Irregular Warfare Initiative.
Small Wars Journal adalah platform akademik dan profesional yang dikelola oleh Arizona State University, berfokus pada studi tentang peperangan tidak teratur (Irregular Warfare), kontra-insurjensi, dan konflik intensitas rendah. SWJ menyediakan forum untuk diskusi interdisipliner tentang topik seperti operasi khusus, intelijen, dan intervensi militer, termasuk operasi rahasia seperti Timber Sycamore.
Studi kasus kualitatif ini menggunakan analisis isi dan kesimpulan deskriptif untuk menganalisis dokumen yang telah dideklasifikasi, catatan pemerintah, dan sumber-sumber utama lainnya seputar kasus yang penuh dengan bayang-bayang ini. Studi ini menemukan bahwa operasi ini mengalami banyak tantangan yang berasal dari kekurangan pengawasan, pemeriksaan yang terbatas, dan masalah akuntabilitas.
Ada kontradiktif di beberapa senjata yang disalurkan di bawah program ini dialihkan ke kelompok-kelompok seperti ISIS, sementara kelompok-kelompok tertentu yang dilatih dalam program ini menganut ideologi Salafi-jihadis yang sama dengan yang dianut oleh kelompok yang disokong AS di Timur Tengah untuk melawannya (salah satunya yang terbesar: Jaysh al-Islam).
Kasus ini memberikan pelajaran tentang komplikasi yang ditimbulkan oleh program Title 50 dan Title 10 ketika melatih, melengkapi, dan mengendalikan pasukan tak beraturan di luar kontur program kerja sama keamanan biasa.
Operasi Timber Sycamore diluncurkan pada 2012 atau 2013 sesudah Arab Spring, untuk mendukung pemberontak Suriah melawan Presiden Bashar al-Assad dalam Perang Saudara Suriah. Didukung oleh Arab Saudi, Yordania, dan Inggris, program ini menyediakan dana, senjata (seperti senapan serbu, mortir, dan peluncur roket), serta pelatihan bagi ribuan pemberontak, dijalankan oleh Divisi Aktivitas Khusus CIA dan berbasis di Yordania.
Tujuannya adalah menggulingkan Assad, namun program ini menuai kritik karena dianggap mahal, kurang efektif, dan menyebabkan senjata mengalir ke pasar gelap serta kelompok seperti Front al-Nusra. Keberadaannya terungkap pada 2015 melalui laporan media setelah situs Federal Business Opportunities AS meminta kontrak pengiriman senjata dari Eropa Timur. Pada Juli 2017, program ini dihentikan, kemudian dana dialihkan untuk melawan ISIS atau memperkuat pertahanan pemberontak.
Timber Sycamore melatih beberapa ribu pemberontak antara 2014-2016 dan mempersenjatai setidaknya 10.000 orang. Di Idlib (front utara), 30.000-35.000 pemberontak didukung CIA, sementara di front selatan, 30.000 lainnya aktif, termasuk kelompok Salafi-Jihadi seperti Jaysh al-Islam.
Meskipun Timber Sycamore tidak secara langsung terkait dengan keberangkatan WNI ke Suriah, analisis Hackett di SWJ dan IWI relevan untuk memahami bagaimana operasi ini memperburuk kekacauan di Suriah, yang dimanfaatkan oleh ISIS untuk propaganda Salafi-Jihadi.
Jaysh al-Islam dan Hay'at Tahrir al-Sham (HTS)
Jaysh al-Islam dan Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) adalah dua kelompok pemberontak utama dalam Perang Saudara Suriah, keduanya memiliki akar ideologi Salafi-Jihadi namun berbeda dalam tujuan, strategi, dan hubungan dengan aktor eksternal.
Jaysh al-Islam didirikan pada tahun 2011 dari kelompok utama - Liwa al-Islam dan menjadi Jaysh al-Islam pada tahun 2013, yang berbasis di Ghouta Timur dekat Damaskus. Kelompok ini memiliki ideologi Salafi yang dipengaruhi oleh Wahabi dan didukung oleh Arab Saudi untuk melawan pemerintah Assad.
Fokus kelompok ini adalah mendirikan negara Islam di Suriah berdasarkan hukum Syariah. Dipimpin oleh Zahran Alloush hingga kematiannya pada tahun 2015, kelompok ini dikenal dengan kekuatan militernya dan kontrol yang ketat atas Ghouta. Kelompok ini telah menerima dukungan dari program Timber Sycamore CIA dan Arab Saudi, termasuk senjata seperti rudal TOW (Tube-launched, Optically-tracked, Wire-guided atau peluru kendali/ rudal anti-tank), meskipun ada konflik ideologis dengan tujuan semula AS dalam memerangi ekstremisme.
Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) dibentuk pada tahun 2017 sebagai kelanjutan dari Jabhat al-Nusra, yang memiliki kaitan dengan Al-Qaeda hingga tahun 2016. HTS adalah koalisi kelompok Salafi-Jihadi yang berbasis di Idlib dan dipimpin oleh Abu Mohammad al-Julani.
Kelompok ini bertujuan untuk memperluas kontrolnya atas wilayah pemberontak Suriah utara dan mempromosikan narasi jihad global yang lebih luas dibandingkan dengan Jaysh al-Islam. Meskipun berideologi Salafi-Jihadi, HTS telah mencoba menampilkan dirinya sebagai kelompok yang lebih "moderat" sejak tahun 2016 untuk mendapatkan legitimasi internasional, meskipun telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan PBB.
HTS menerima dukungan tidak langsung dari Turki, terutama untuk menjaga zona de-eskalasi di Idlib, tetapi memiliki hubungan yang tegang dengan beberapa aktor asing.
Kerjasama & Konflik
Jaysh al-Islam berfokus pada Ghouta Timur dan Damaskus, sementara HTS mendominasi Idlib dan Suriah utara, yang mengarah pada persaingan sumber daya dan pengaruh. Jaysh al-Islam sangat didukung oleh Arab Saudi, yang bersaing dengan Qatar dan Turki, yang secara tidak langsung merupakan pendukung HTS.
Ketegangan geopolitik ini menyebabkan gesekan antara kedua kelompok tersebut. Dari tahun 2016 hingga 2017, setelah kematian Zahran Alloush, Jaysh al-Islam bentrok dengan HTS, yang didorong oleh persaingan untuk mendapatkan kendali dan perbedaan strategi jihad. HTS memandang Jaysh al-Islam bergantung pada dukungan Barat dan Saudi, sementara Jaysh al-Islam menganggap HTS terlalu radikal dan terkait dengan Al-Qaeda. Pada tahun 2017, Jaysh al-Islam melancarkan operasi untuk melemahkan faksi-faksi saingannya di Ghouta untuk mempertahankan dominasi lokal.
Pada tahun 2018, Jaysh al-Islam kehilangan kendali atas Ghouta Timur karena serangan besar oleh pasukan Assad dan Rusia. Banyak anggotanya dievakuasi ke Idlib, sebuah wilayah yang dikuasai HTS, melalui kesepakatan yang dimediasi oleh Rusia. Di Idlib, Jaysh al-Islam menjadi subordinat dari HTS, yang memerintah daerah setempat melalui “Pemerintah Keselamatan Suriah (Syrian Salvation Government)”. Meskipun berada di bawah HTS, Jaysh al-Islam tetap mempertahankan identitas dan struktur organisasinya, namun pengaruhnya menurun secara signifikan dibandingkan dengan puncaknya di Ghouta. Pada tahun 2024-2025, ketika HTS memimpin serangan besar terhadap Assad, Jaysh al-Islam berpartisipasi dalam beberapa operasi yang dikoordinasikan oleh HTS, namun perannya hanya sebagai pendukung karena kekuatan HTS yang jauh lebih besar.
Akhir tahun 2024 pada penggulingan Assad, meskipun tidak sepenuhnya jujur tentang keterlibatannya, Turki memberikan bantuan melalui intelijen dan logistik ketika HTS bertanggung jawab atas operasi berskala besar yang menggulingkan Assad pada Desember 2024. Keberhasilan HTS terkait erat dengan tujuan Turki untuk menggulingkan Iran dan Assad.
Timber Sycamore & Jaysh al-Islam
Jaysh al-Islam adalah penerima utama dukungan dari Operasi Timber Sycamore, yang berlangsung dari tahun 2012 hingga 2017. Mereka menerima pelatihan dan senjata, termasuk rudal TOW, dari CIA dan Arab Saudi. Analisis Jonathan W. Hackett di Small Wars Journal menunjukkan bahwa dukungan ini kontroversial. Dia berpendapat bahwa ideologi Salafi-Jihadi dari Jaysh al-Islam bertentangan dengan tujuan AS dalam memerangi ekstremisme.
Menurut Stanford.edu dalam laporannya, Jaysh al-Islam, sendiri dikenal sebagai Tentara Islam atau Brigade Islam, adalah kelompok oposisi Suriah yang dibentuk pada tahun 2013 dengan menggabungkan sekitar lima puluh kelompok dari Damaskus, termasuk Liwa al-Islam yang kuat. Setelah penggabungan tersebut, Zahran Alloush, komandan Liwa al-Islam, menjadi pemimpin Jaysh al-Islam, yang menjadi kekuatan oposisi utama di Damaskus, menggantikan Tentara Pembebasan Suriah. Kelompok ini memperluas operasinya ke beberapa kegubernuran dan melakukan serangan di Arsal, Lebanon pada tahun 2015.
Pada tahun 2015 dan 2016, Jaysh al-Islam menghadapi beberapa kontroversi. Pada November 2015, mereka menempatkan tentara Suriah dan keluarga mereka di dalam gua untuk mencegah serangan terhadap warga sipil, yang mengakibatkan kritik karena menggunakan perisai manusia.
Pada April 2016, mereka dituduh menggunakan senjata kimia terhadap pasukan Kurdi, yang kemudian dibantah, dan mengklaim bahwa hal itu merupakan masalah kedisiplinan dengan seorang komandan. Mereka kemudian bentrok dengan Faylaq al-Rahman, yang menuduh mereka melakukan percobaan pembunuhan, namun kedua kelompok tersebut mencapai kesepakatan damai pada bulan Mei 2016.
HTS, yang juga dikenal sebelumnya sebagai Jabhat al-Nusra, tidak menerima dukungan langsung dari program Timber Sycamore karena hubungannya dengan Al-Qaeda. Namun, senjata dari program ini, seperti rudal TOW, kadang-kadang berakhir di tangan HTS. Hal ini terjadi karena kelompok-kelompok seperti Jaysh al-Islam menjualnya di pasar gelap atau memberikannya sebagai "pajak operasional".
Keduanya, Jaysh al-Islam dan HTS, memiliki ideologi Salafi-Jihadi yang menarik bagi rekrutan asing, termasuk dari Indonesia. Antara 2012-2015, propaganda ISIS menarik sekitar 600 - 2. 377 WNI ke Suriah dengan narasi mendirikan khilafah dan jihad melawan Assad, serupa dengan yang dipakai oleh Jaysh al-Islam dan HTS. Namun, Jaysh al-Islam fokus pada perjuangan lokal di Suriah, sedangkan HTS memiliki tujuan jihad global, mirip dengan ISIS.
Pengungkapan Timber Sycamore dari sumber lain
Rencana Timber Sycamore yang diusulkan oleh David Petraeus pada tahun 2012 dan diotorisasi oleh Presiden Barack Obama pada tahun 2013 memang menjadi topik yang dikaitkan dengan upaya CIA untuk melatih dan melengkapi pemberontak Suriah guna menggulingkan Bashar al-Assad. Rencana ini juga diketahui melibatkan dukungan dari sekutu seperti Arab Saudi, Yordania, Qatar, dan layanan intelijen Inggris, dengan pengaruh dari pemimpin seperti Raja Abdullah II dari Yordania dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Petraeus sendiri akhirnya mengundurkan diri dari posisi Direktur CIA pada November 2012 setelah terungkap hubungan gelapnya dengan Paula Broadwell, biografernya. Hubungan ini melanggar kode etik militer dan pemerintah AS. Kemudian, Investigasi FBI menemukan bahwa Broadwell memiliki akses ke email pribadi Petraeus, yang mengandung informasi rahasia (termasuk buku catatan kode yang digunakan saat ia menjadi komandan di Afghanistan). Ini memicu tuduhan pelanggaran Espionage Act. Pada 2015, Petraeus mengaku bersalah atas tuduhan menyimpan dan membagikan informasi rahasia, menerima hukuman dua tahun masa percobaan dan denda $100.000, menghindari hukuman penjara.
Timber Sycamore adalah program operasi rahasia (covert action) CIA, sehingga tidak ada dokumen "resmi" yang sepenuhnya terbuka atau dideklasifikasi secara publik oleh pemerintah AS dalam bentuk pernyataan resmi langsung dari CIA. Informasi tentang program ini terungkap melalui pelaporan jurnalistik berbasis sumber pejabat AS anonim (current and former officials), serta konfirmasi tidak langsung melalui pengakuan keberadaan program tersebut dalam laporan media utama. CIA sendiri sering menggunakan respons "Glomar" (neither confirm nor deny) terhadap permintaan FOIA (Freedom of Information Act), meskipun program ini telah dilaporkan secara luas sejak 2016.
Sumber-sumber kredibel yang menjadi dasar pengetahuan publik tentang program ini, termasuk aspek yang disebutkan misal proposal Petraeus 2012, otorisasi Obama 2013, pengaruh pemimpin asing seperti Raja Abdullah II dan Netanyahu, serta dukungan dari Saudi, Yordania, Qatar, dan UK. Sumber-sumber ini didasarkan pada wawancara dengan pejabat intelijen AS dan dokumen internal yang bocor atau dikonfirmasi secara tidak langsung.
Pe
Pengaruhnya di Indonesia
Dukungan untuk kelompok seperti Jaysh al-Islam, yang menganut ideologi serupa dengan ISIS, secara tidak langsung memperkuat narasi jihadis yang menarik sekitar 600 - 2.377 WNI ke Suriah antara 2012 - 2015. Propaganda ISIS, karena propaganda yang lebih agresif dan terorganisir, yang menjanjikan khilafah, memanfaatkan ketidakstabilan yang diperparah oleh intervensi asing, termasuk Timber Sycamore.
Hackett menyoroti bagaimana kegagalan vetting kelompok pemberontak memungkinkan ideologi Salafi-Jihadi menyebar, yang berdampak pada rekrutmen global, termasuk dari Indonesia.
Vetting adalah proses pemeriksaan atau investigasi yang mendalam terhadap individu, perusahaan, atau entitas lain sebelum membuat keputusan penting, seperti memutuskan untuk melanjutkan proyek bersama.
Pada 28 Desember 2016, DW.com melaporkan dalam artikelnya, bahwa Kepolisian Indonesia menyelidiki dugaan penyalahgunaan bantuan kemanusiaan dari Indonesian Humanitarian Relief (IHR) yang jatuh ke tangan teroris di Suriah. Bantuan tersebut sedianya ditujukan buat warga sipil di kota Aleppo, Suriah yang menderita kekurangan pangan akibat pertempuran berlarut-larut. Menurut laporan jurnal Foreign Policy, Jaysh al-Islam selain disokong AS juga mendapat sumbangan dana besar dari Arab Saudi, sangat dimungkinkan jaringan lewat penganut pemuka agama dengan keyakinan Salafi-jihadi ini mendorong bantuan menjadi salah sasaran.
The Malcolm H. Kerr Carnegie Middle East Center, dalam laporannya: Influence Abroad: Saudi Arabia Replaces Salafism in its Soft Power Outreach. Bahwa 'bom' minyak setelah tahun 1973 memberikan Arab Saudi banyak uang, yang digunakan untuk meningkatkan kekuatannya dan mempromosikan versinya tentang Islam. Hal ini membantu kerajaan untuk menantang ide-ide lain seperti nasionalisme Arab, Islamisme Syiah yang muncul setelah revolusi Iran 1979, dan beberapa kepercayaan Sunni yang ekstrem.
Selanjutnya, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, yang didirikan pada tahun 1961, memiliki peran penting dalam mengajarkan mahasiswa asing tentang Islam dan bahasa Arab. Banyak lulusannya yang membawa pulang pengetahuan mereka untuk dibagikan. Salah satu contohnya adalah Anis Matta, mantan wakil ketua DPR di Indonesia yang terkait dengan PKS, yang memiliki fokus Islam konservatif yang dipengaruhi oleh ide-ide Salafi (identik Wahhabi).
Arab Saudi juga berkontribusi dengan mendanai sekolah-sekolah Islam di Malaysia, yang mempromosikan pemikiran Salafi konservatif. Organisasi seperti Wahdah Islamiyah di Indonesia, yang merupakan kelompok Salafi, telah berkembang karena faktor lokal dan dukungan Arab Saudi. Meskipun demikian, Salafisme di Asia Tenggara sering bercampur dengan adat istiadat setempat, menciptakan cara yang beragam dalam mempraktikkan Islam yang mungkin berbeda dengan tradisi Arab Saudi.
Sebuah video yang diunggah stasiun televisi Euronews di Youtube menampilkan gudang logistik yang berisikan paket bantuan berlabel IHR di sebuah sekolah yang sebelumnya digunakan oleh kelompok teror Jaysh-al Islam. (lihat video Youtube di bawah)
Menurut International Federation for Human Rights (FIDH), Majdi Nema, yang juga dikenal sebagai Islam Alloush, mantan juru bicara dan pejabat tinggi kelompok bersenjata Suriah Jaysh al-Islam, akan diadili pada tanggal 29 April 2025, di Pengadilan Pidana Paris. Persidangan akan berlangsung selama lima minggu, di mana pihak berwenang Prancis akan menyelidiki keterlibatannya dalam kejahatan yang dilakukan oleh kelompok pemberontak tersebut dari tahun 2013 hingga 2016.
Beberapa laporan yang diajukan dalam kasus ini dan kesaksian yang menguatkan yang dikumpulkan selama investigasi menunjukkan adanya kejahatan berat yang dilakukan oleh kelompok tersebut, seperti penggunaan penyiksaan secara sistematis di penjara, eksekusi di luar hukum, penghilangan paksa, penyerangan terhadap penduduk sipil, dan menggunakannya sebagai perisai manusia.
Dengan terkuaknya Operasi Timber Sycamore sebagai operasi utama untuk mempersenjatai kelompok-kelompok pemberontak Islamis di Suriah, dan menurut pakar konflik A. B. Abrams, operasi ini diluncurkan “oleh CIA dengan dukungan dari badan-badan intelijen Amerika Serikat, Inggris, Qatar, Arab Saudi, Yordania, dan Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Juga secara aktif Saudi mendukung Jaysh al-Islam, pemberontak yang berbasis di Ghouta Timur di sekitar Damaskus. Jaysh al-Islam dipimpin oleh Zahran Alloush, putra seorang ulama Suriah yang tinggal di Arab Saudi. Pertikaian di timur tengah dipengaruhi kepentinngan AS - Inggris - Qatar - Yordania dan Arab Saudi dan kemudian menyebar melalui kekuatan jaringan masing-masing menyebar ke seluruh negara lebih banyak karena alasan geopolitik.
1. Irregular Warfare Initiative: Covert Action in Irregular Wars
2. Irregular Warfare Initiative: Covert Action in Irregular Wars: Unraveling the Case of Timber Sycamore in Syria (2012-2017)
3. Military Watch Magazine: New U.S. Intel Chief Slams Obama Era Policy of Supporting Al Qaeda in Syria: What Was CIA Operation Timber Sycamore?
4. web.stanford.edu Mapping Militant Organizations: Jaysh al-Islam
5. dw.com: Benarkah IHR Sokong Kelompok Teroris Suriah?
6. Youtube - Euronews: video di bawah ini
7. FIDH: Q&A on the trial of Majdi Nema before the Paris Criminal Court
8. The Malcolm H. Kerr Carnegie Middle East Center: Influence Abroad: Saudi Arabia Replaces Salafism in its Soft Power Outreach
9. Grok
(Takasitau, Jkt, 21/04/25 - updated 05/05/25 - updated 2 26/05/25 last updated 23/09/25)
Syria rebel group 'deprived us of food', say Aleppo civilians - Euronews
Kelompok pemberontak Suriah 'merampas makanan kami', kata warga sipil Aleppo - dan diketemukan paket dari Indonesian Humanitarian Relief (IHR) di bekas markas Pemberontak (jaman Assad - 2016an)

Presiden Suriah yang menunjuk diri sendiri, Ahmad al-Sharaa, bertemu dengan Presiden Kongres Yahudi Dunia dan pewaris miliarder kekayaan Estée Lauder, Ronald Lauder, di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, dilaporkan untuk membahas negosiasi Suriah-Israel. >>Lauder, yang memiliki akar di Suriah dan telah lama menjadi aktivis pro-Israel yang vokal serta sekutu Netanyahu, sebelumnya berperan dalam perundingan damai sebelumnya, meskipun keterlibatannya seringkali menguntungkan kepentingan Israel. The Cradle @TheCradleMedia - 29 September 2025.
Syrian President Ahmad al-Sharaa sits down with former CIA Director David Petraeus in New York.pic.twitter.com/Drez3u3eP9
— Clash Report (@clashreport) September 22, 2025
Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa bertemu dengan mantan Direktur CIA David Petraeus di New York. Clash Report @clashreport - 22 September 2025. Dalam wawancara di 2025 Concordia Summit, David Petraeus, mantan Jenderal dan Direktur CIA, bertemu Ahmed al-Sharaa (dulu Abu Mohammad al-Jolani), kini Presiden Suriah. Mereka, yang dulu musuh di Irak, kini bicara sebagai teman. Jolani ceritakan perjalanannya dari pemimpin pemberontak HTS menjadi pemimpin negara, fokus pada perdamaian setelah menggulingkan Assad. Ia jelaskan strategi militer yang disiplin dan rencana membangun Suriah kembali, termasuk stabilitas, ekonomi, dan kembalinya pengungsi, dengan keadilan untuk korban rezim lama.Jolani juga bahas pendekatan moderatnya, mengendalikan senjata, dan dialog dengan kelompok lain seperti Kurdi. Ia minta sanksi AS dicabut, tuntut Golan kembali dari Israel dengan gencatan senjata, dan harap kerja sama damai dengan Rusia. Visi masa depannya: pemilu inklusif dalam 4-5 tahun untuk pemerintahan beragam, didukung pengalaman dan optimisme. Petraeus memuji visi ini sebagai langkah positif untuk Suriah.

Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad Bin Salman, Presiden Donald Trump, dan presiden sementara Suriah dan Teroris Global yang Ditunjuk Khusus oleh AS, Ahmad al Sharaa, bertemu di Riyadh pada 14 Mei 2025. (Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavit di X) - Long War Journal.
Last Friday, gunmen from a neighboring Sunni village, angered by a nascent pro-Assad insurrection on the coast, rushed to this Alawite village (see video).
— Nada Maucourant Atallah (@MaucourantNada) March 14, 2025
Survivors said they raided houses at random, took men away, and executed them at the roundabout — 25 were killed. “They… pic.twitter.com/QnaSZquu1f
Jumat lalu (7 Maret 2025), orang-orang bersenjata dari desa Sunni yang berdekatan, yang marah karena pemberontakan pro-Assad yang baru saja terjadi di pesisir pantai, menyerbu desa Alawiyah ini (lihat video). Orang-orang yang selamat mengatakan bahwa mereka menyerbu rumah-rumah secara acak, membawa para pria, dan mengeksekusi mereka di bundaran - 25 orang terbunuh. “Mereka mengatakan ingin membunuh 500.000 orang Alawite,” kata seorang penyintas. (Nada Maucourant Atallah @MaucourantNada)
Western websites publish videos and photos of the massacre committed by al-Jolani and his ISIS followers against Alawites in Syria. The documents confirm that al-Jolani's so-called General Security Service is engaged in the killing and massacre of Alawites. pic.twitter.com/8qQhbQFD54
— Sprinter Observer (@SprinterObserve) March 15, 2025
Situs-situs Barat mempublikasikan video dan foto-foto pembantaian yang dilakukan oleh al-Jolani dan para pengikut ISIS-nya terhadap orang-orang Alawit di Suriah. Dokumen-dokumen tersebut mengkonfirmasi bahwa apa yang disebut sebagai General Security Service al-Jolani terlibat dalam pembunuhan dan pembantaian warga Alawit. - 15 Maret 2025 (Pengamat Sprinter @SprinterObserve)
Perebutan kuasa yang menyamar sebagai ideologi. Kawalan, gangguan dan kegagalan—corak yang sama, pemain yang berbeza. Siapa sebenarnya yang menderita? Rakyat. pic.twitter.com/1qaH83EJ6s
— Alexa Grace (@AlexaGrace34110) March 31, 2025
Perebutan kekuasaan yang menyamar sebagai ideologi. Kontrol, gangguan, dan kegagalan-karakter yang sama, pemain yang berbeda. Siapa yang benar-benar menderita? Rakyat. Alexa Grace @AlexaGrace34110
(Video sebelumnya di take-down X? per 25/07/25) Kejahatan Al-Golani terhadap orang-orang Alawit di Sahel. @Iq94_1

Pembantaian di pesisir Suriah. Hampir 1.500 orang Alawit Suriah tewas dalam pembantaian 7-9 Maret dan puluhan lainnya hilang. Reuters menemukan 40 lokasi berbeda dari pembunuhan balas dendam, amukan dan penjarahan (Reuters).
Laporan di X{ Pembunuhan Langsung, Beberapa kejahatan yang dilakukan oleh gerombolan al-Golani terhadap warga Alawi di Suriah. (@HassanAlkaaei), klik link X:
Akun X: @HassanAlkaaei

Seluruh keluarga termasuk di antara korban tewas dalam serangan terhadap warga Alawi Suriah. Di satu lingkungan, 45 perempuan termasuk di antara 253 korban tewas. Di desa lain, 10 dari 30 korban tewas adalah anak-anak. Seluruh kota dikosongkan, ratusan penduduk Alawinya digantikan oleh warga Sunni. Reuters Investigates.
🚨🇸🇾 Homs: Sunnis chant "Homs is for Sunnis, Alawites go out!" during their celebrations of al-Jolani's self-appointment as president amid heavy gunfire pic.twitter.com/pwjAJqI6Fv
— OstensibleOyster (@Ostensiblay) January 30, 2025
Tidak berubah sejak 2011, "Alawites to the grave, Christians to Beirut". di Homs, Penganut Sunni meneriakkan "Homs is for Sunnis, Alawites go out! saat merayakan pelantikan al-Jolani sebagai presiden di tengah baku tembak. OstensibleOyster @Ostensiblay - di tayangkan 30 Januari 2025.
Sebuah video yang beredar menunjukkan eksekusi dua pria di lapangan. Menurut pelaku penembakan, alasannya adalah karena mereka adalah "petugas Nusayri" (istilah yang digunakan oleh faksi-faksi keagamaan ekstremis di Suriah untuk menyebut kaum Alawi). Mereka memohon belas kasihan dengan putus asa, tetapi sia-sia. "Tidak, kalian babi Nusayri," jawab si penembak. Identitas kedua pria tersebut belum diverifikasi. ditayangkan 10 Des 2024, kemungkinan kejadian menjelang kejatuhan Assad.
Akun X: Dilshad khalaf @DilshadKhalaf
'Pembersihan etnis!' Video menunjukkan pasukan yang bersekutu dengan pemerintah Suriah bersuka ria dalam pembantaian kaum minoritas di kota pesisir (CNN), klik link:
Siapa al Julani?
Abu Mohammed al-Julani, yang juga dikenal sebagai Ahmed al-Sharaa, adalah pemimpin Hayat Tahrir al-Sham atau HTS dan sekarang menjadi presiden Pemerintah Transisi Suriah sejak 29 Januari 2025. Al Julani seorang pragmatis sejati, yang kini mengubah ke citra dirinya sebagai seorang nasionalis pluralis yang menjauhkan diri dari masa lalu Al-Qaeda, kemudian 'bersekutu' AS dan pendekatan dengan Israel sambil menjaga jarak dari perjuangan Palestina dan para pendukungnya, Hisbullah.
Lahir di Arab Saudi pada awal 1980-an, keluarganya pindah ke lingkungan kaya di Damaskus setelah ayahnya menentang rezim Assad dan menghadapi hukuman penjara. Dipengaruhi oleh propaganda Al-Qaeda pasca 9/11, al-Julani bergabung dengan mereka di Irak pada tahun 2003 dan dipenjara selama lima tahun. Sekembalinya ke Suriah pada tahun 2011, ia memimpin Front Al-Nusra namun kemudian fokus pada tujuan nasionalis, menjauh dari jihad global. Pada bulan Mei 2015, ia menegaskan bahwa kelompoknya tidak akan menyerang Barat dan hanya bertujuan untuk membebaskan Suriah, dan menegaskan bahwa tidak ada balas dendam yang akan dilakukan terhadap minoritas Alawi jika Assad dikalahkan.
Meskipun ia telah memisahkan diri dari Al-Qaeda pada 2016 dan mencoba mencitrakan HTS sebagai kelompok nasionalis dengan fokus pada "republik Islam" di Suriah, ideologinya tetap memiliki pengaruh Salafi-Jihadi awal, yang menekankan pemurnian Islam dan penegakan syariat. Ideologinya lebih dekat dengan Salafi-Ikhwani, yang menggabungkan elemen aktivisme politik seperti Ikhwanul Muslimin, meskipun al-Julani kini cenderung pragmatis.
Tindakan Pragmatis lain
Sumber media Israel melaporkan bahwa Al-Julani terlibat dalam negosiasi tidak langsung dengan Israel, yang menghasilkan berbagai komentar. Amerika Serikat dan Uni Eropa mulai berinteraksi dengan pemerintah baru Suriah, dan Uni Eropa menekankan perlindungan minoritas dan transisi inklusif. Dilaporkan bahwa Trump juga berbicara langsung dengan al-Julani dan, atas permintaan Arab Saudi, mencabut sanksi terhadap Suriah.
Al-Julani dalam perkembangan terakhir, menyatakan komitmennya untuk melindungi minoritas seperti Alawi, Kristen, dan lainnya, serta membuka kembali bar dan tempat hiburan di Damaskus, yang menunjukkan perkembangan menuju normalisasi sosial yang lebih liberal. Ia juga menyebut "republik Islam" yang berpusat pada keadilan dan layanan publik daripada penegakan syariat yang ketat seperti yang dilakukan oleh ISIS atau Al-Nusra. Namun demikian, laporan menunjukkan bahwa HTS terus mempertahankan aspek Islamis, seperti melarang acara Muharram, yang dianggap bertentangan dengan mayoritas Sunni.
Pelanggaran HAM
Ada laporan tentang kekerasan yang dilakukan oleh pasukan al-Julani. Misalnya, posting di X menyebutkan pembantaian 1.500 warga Alawi antara 7-9 Maret 2025, serta penyerbuan kota Jableh untuk mencegah demonstrasi menentang genosida terhadap Alawi. Tuduhan pelanggaran HAM ini, termasuk oleh PBB, menyoroti tindakan brutal HTS terhadap pembangkang, yang dianggap sebagai indikasi kejahatan perang.
Sejak 6 Maret 2025, telah terjadi peningkatan tajam dalam kekerasan mematikan di Suriah bagian barat. Kekerasan ini melibatkan berbagai kelompok.
Satu kelompok dipimpin oleh Ahmed Al-Chareh, yang telah berpindah dari ISIS dan Al-Qaeda untuk memimpin jihadis nasional, termasuk para pejuang radikal dari berbagai negara.
Kelompok kedua adalah Tentara Nasional Suriah, yang didukung oleh Turki, yang berusaha membalas dendam terhadap minoritas Alawite yang dituduh melakukan kejahatan yang dilakukan keluarga Assad.
Pihak Alawite adalah mantan anggota dan pendukung rezim, meskipun tidak semua orang Alawite mendukung Assad.
Investigasi Reuters mengungkap bahwa serangan dilakukan oleh pasukan yang terkait dengan pemerintah baru Suriah, dengan rantai komando yang mengarah ke pejabat tinggi di Damaskus. Salah satu unit yang disebutkan adalah "Unit 400," yang dipindahkan ke wilayah pesisir setelah jatuhnya Assad dan bermarkas di bekas akademi angkatan laut Suriah. Unit ini hanya bertanggung jawab kepada tingkat tertinggi Kementerian Pertahanan.
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan, Hasan Abdul Ghani, disebutkan dalam postingan di X sebagai koordinator pembantaian, meskipun ini belum dikonfirmasi secara resmi oleh sumber pemerintah. Serangan ini diduga melibatkan ribuan pasukan yang melakukan serangan terkoordinasi terhadap desa-desa Alawit, memanfaatkan kebencian sektarian yang berasal dari penindasan rezim Assad terhadap kelompok Sunni selama perang saudara.
Dilaporkan Reuters, pembantaian terjadi selama tiga hari, dari 7 hingga 9 Maret 2025, di 40 lokasi berbeda di wilayah pesisir Suriah, termasuk desa Arza dan kota Baniyas. Total korban tewas diperkirakan mencapai 1.479 orang Alawit, dengan puluhan lainnya hilang. Di Arza dan Baniyas, sekitar 300 orang tewas. Investigasi Reuters menemukan bahwa kekerasan ini merupakan bagian dari serangan balas dendam sektarian setelah pemberontakan pendukung Assad di wilayah pesisir, yang memicu serangan terhadap komunitas Alawit.
Pembunuhan di Arza dan lokasi lain ditandai dengan kekejaman ekstrem, termasuk pembunuhan warga sipil, penjarahan, dan pembakaran rumah. Salah satu kasus yang disebutkan adalah seorang pemuda di Arza yang jantungnya dipotong dari dada dan diletakkan di tubuhnya, menunjukkan tingkat kekejaman yang tinggi.
Korban termasuk warga sipil dari berbagai kelompok usia, termasuk anak-anak (setidaknya enam anak di Arza) dan perempuan. Daftar korban ditulis tangan oleh komunitas setempat, mencatat nama-nama seperti tetangga dan kerabat.
Desa Arza, yang dulunya digunakan oleh rezim Assad sebagai pangkalan untuk menyerang desa-desa pemberontak seperti Khattab pada 2013, menjadi salah satu target utama. Setelah pembantaian, desa ini diganti namanya menjadi "New Khattab" oleh pelaku atau pendukung serangan.
Faktanya dilaporkan bahwa jumlah korban lebih dari 1.500 orang. Observasi Pengamat Suriah telah mendokumentasikan 2.200 korban, dan di lapangan jumlahnya lebih tinggi. Seribu mayat diangkut ke Idlib dan dikuburkan di kuburan massal. @SyriaTruthNews.
‘Christians to Beirut, Alawites to the grave!' - Slogan pemicu Pertikaian Sektarian Sejak Awal Perang Sipil di Suriah
Nyanyian dengan slogan ini pertama kali dilaporkan selama demonstrasi anti-Assad pada musim semi 2011, terutama di daerah-daerah seperti Homs dan Idlib, yang merupakan pusat pemberontakan Sunni. Slogan ini disuarakan oleh berbagai kelompok pemberontak, termasuk faksi-faksi Islamis seperti Jabhat al-Nusra, untuk menunjukkan permusuhan terhadap kaum Alawi (yang terkait dengan rezim Assad) dan umat Kristiani (yang dianggap netral atau pro-rezim). Namun, beberapa anggota oposisi mengklaim bahwa agen-agen intelijen rezim terkadang menyebarkan slogan tersebut untuk menanamkan rasa takut di kalangan minoritas dan menggambarkan pemberontakan sebagai sektarian.
Di Homs, nyanyian tersebut dilaporkan digunakan oleh para pemberontak untuk mengintimidasi penduduk Kristen dan Alawite, yang menyebabkan meningkatnya ketegangan antar komunitas, seperti taksi-taksi yang menolak mengangkut penumpang antara daerah Sunni dan Alawite.
Slogan ini juga dikaitkan dengan kekerasan sektarian, seperti pembantaian di Houla (Mei 2012), di mana 108 warga sipil Sunni, termasuk anak-anak dan perempuan, dibunuh oleh milisi Shabiha (mayoritas Alawit) yang didukung rezim. Slogan ini menjadi simbol balas dendam sektarian yang berkembang setelah peristiwa seperti ini. Kekerasan serupa terjadi di Al-Zara (2016), di mana kelompok Islamis Sunni seperti Ahrar al-Sham dan al-Nusra menyerang desa mayoritas Alawit, membunuh warga sipil dan menyebabkan banyak yang hilang, sesuai dengan narasi slogan tersebut.
Bagaimana Pendukung al Julani di Indonesia dan Solidaritas Palestina terhadap Perkembangan Terakhir?
Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim dan dukungan yang kuat terhadap Palestina, sangat sensitif terhadap isu-isu geopolitik di Timur Tengah, meskipun al Julani mendukung Palestina, namun tindakannya terlalu lemah bahkan terlihat pragmatis dengan mendekat ke Barat dan Israel.
Diskusi dan tulisan di X menunjukkan bahwa beberapa pendukung al-Julani di Indonesia, yang melihatnya sebagai pahlawan anti-Assad, merasa kecewa atau terkejut dengan laporan kedekatannya dengan Israel. Misalnya, berita tentang negosiasi tidak langsung dengan Israel, yang disebutkan oleh media Israel pada awal 2025, memicu reaksi negatif dari warganet Indonesia yang melihatnya sebagai pengkhianatan terhadap solidaritas Palestina.
Kesan bahwa pendukung yang terpengaruh Wahhabi atau Salafi tidak mendukung penuh Palestina karena prioritas ideologis mereka yang sering kali fokus pada musuh lokal (Syiah, rezim sekuler) dan pragmatisme geopolitik. Apalagi pem-back-up utama adalah Arab Saudi, secara historis merupakan kongsi dari Inggris, AS dan Barat, melunak terhadap Israel.
Berbeda dengan jaringan Poros Perlawanan, yang terdiri dari kelompok-kelompok seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi (Ansar Allah) di Yaman, Hamas dan Jihad Islam Palestina di Gaza, serta sejumlah milisi Syiah di Irak dan Suriah. Iran telah lama menjadi pendukung utama Palestina, khususnya sejak revolusi di Iran.
Referensi:
Long War Journal: President Trump meets with a Specially Designated Global Terrorist, lifts sanctions on Syria
Grok
(takasitau, jkt, 13/07/25 - updated 14/07/25 - last update 23/09/25)

Seorang pemuda memegang poster Presiden Suriah Bashar Assad di sebuah desa di pedesaan Damaskus, Agustus 2018. © EPA-EFE/YOUSSEF BADAWI

Distribusi Sekatrian di Suriah tahun 2011

Pertengkaran terjadi antara pengunjuk rasa dan yang lainnya dari demonstrasi tandingan di alun-alun al-Marjeh di Damaskus pada 9 Maret 2024, AFP. (RUDAW) - (awal masakre yang menewaskan orang dari kelompok Alawit, pen)

Presiden Suriah Bashar Assad menghadiri salat Idul Adha di Damaskus. TV milik pemerintah Suriah menayangkan dia menyapa para jemaah di masjid al-Rawda dan berbagi momen dengan orang-orang setelah salat. Dilaporkan media 21 Agustus 2018 (Foto oleh PA News Agency)
the beauty of the Quran and Islam☪❤ CC: Jeffrey Lang #islam #islamic #muslim pic.twitter.com/FUSfBN0OL2
— Ali (@Alisadyani) July 9, 2025
Jeffrey Lang adalah seorang profesor matematika, penulis, dan seorang mualaf terkenal di Amerika. Setelah mempelajari Al Quran, "Jika kita melihat ke Al-Qur'an, itu hanya 3% perintah dan larangan" "97% dari Al-Qur'an berbicara tentang etika, hubungan antara Tuhan dan manusia, tujuan hidup, moralitas, kebenaran, sejarah masa lalu, mawas diri, pengajaran (dakwah), dan hubungan antara individu, kelompok, dan bangsa."

"Mari kembali pada teladan Nabi: berdialog dengan hikmah yang mencerdaskan, kelembutan yang memeluk, dan kejujuran yang tak menyakiti. Karena agama ini tak hanya soal benar dan salah, tapi juga soal cinta dan adab." Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, Dosen Fakultas Hukum Universitas Melbourne.
"Tidak Ada Tanah Air, Tidak Ada Masa Depan", begitu artikel yang disurakan dari peneliti orang Suriah (2020): tentang pemuda Alawite yang sebelumnya jadi Tulang Punggung Rezim Assad, toh tetap menjadi kelompok rentan, marjinal dan miskin. Banyak pemuda Alawite yang merasa kecewa dan beberapa di antaranya menyuarakan ketidakpuasan mereka dalam diskusi-diskusi pribadi karena mereka menganggap rezim telah gagal menyediakan kebutuhan hidup yang layak bagi mereka, juga keamanan.
Pertikaian dan penyerobotan wilayah dan sumber minyak oleh berbagai aktor kelompok dan negara lain, akhirnya menekan ekonomi negara, pada akhirnya kesejahteraan rakyat yang menjadi korban. (baca buku: Kerumitan Konflik Suriah). Menurut Trading Economics, PDB per kapita Suriah diperkirakan hanya akan mencapai $781,90 pada akhir tahun 2024. sebelum civil war 2011 adalah 2.952,14 USD.
Apa itu Alawit?
Alawit atau alawites atau Nusayri adalah sebuah sekte dalam Islam Syiah yang sebagian besar berada di wilayah pesisir Suriah, terutama di provinsi-provinsi seperti Latakia dan Tartus. Nama mereka diambil dari nama Ali bin Abi Thalib, yang dianggap sebagai figur ilahi bagi Alawit. Sekte ini didirikan pada abad ke-9 oleh Muhammad bin Nusair, seorang pengikut imam Syiah ke-11, Hasan al-Askari. Alawiyah memiliki keyakinan yang berbeda dengan Syiah Dua Belas, yang merupakan cabang utama Islam Syiah.
Doktrin Alawi, yang didirikan oleh Muhammad Ibn Nusayr, pada abad kesebelas di Irak, adalah sekte Syiah yang menghormati Ali dan percaya pada reinkarnasi. Kepercayaan ini, bersama dengan praktik-praktik rahasia mereka, kurangnya masjid, alkohol tidak dilarang, dan wanita yang tidak bercadar, telah menyebabkan mitos negatif tentang mereka.
Secara historis, para ulama Sunni terkemuka seperti Ibnu Taimiyah*) mengutuk kaum Alawi sebagai kafir (bukan Islam). karena perbedaan doktrin mereka, seperti pandangan mereka tentang Ali dan interpretasi mereka tentang pilar Islam yang dianggap simbolis (misalnya, mereka menganggap haji sebagai ritual simbolis daripada ziarah langsung ke Mekah).
Alawit memiliki ajaran keyakinan esoterik dan sinkretik, yang menggabungkan unsur-unsur Islam Syiah dengan pengaruh Kristen dan tradisi lokal. Alawit percaya pada reinkarnasi dan memiliki ritual-ritual rahasia. Mereka juga merayakan beberapa hari raya Kristen dan Zoroastrian, seperti Natal dan Nawruz.
Ali bin Abi Thalib oleh umat Alawit dianggap sebagai manifestasi ilahi atau memiliki kedudukan dekat dengan ketuhanan, dengan konsep trinitas Ain-Mim-Sin (Ali, Muhammad, Salman al-Farisi). Mereka juga percaya pada reinkarnasi jiwa, tidak ada dalam Syiah Itsna Asyariyah dan sinkretisme, menggabungkan unsur Islam Syiah, Kristen, Gnostik, dan tradisi lokal, menjadikan ajaran mereka lebih esoteris dan berbeda dari Islam ortodoks. Syiah Alawit dan Syiah 12 imam atau Itsna Asyariyah berbeda dalam menjalankan keyakinan dan ibadahnya.
Alawit diakui sebagai Muslim pada tahun 1936 melalui fatwa dari Imam (mufti Palestina) Haj Amin al-Husseini dan secara resmi diterima dalam komunitas Syiah dan juga pada tahun 1973 karena tekanan dari Presiden Suriah Hafez al-Assad. Namun, beberapa orang masih memperdebatkan tempat mereka di dar al-Islam (wilayah hukum Islam) dan kelayakan mereka untuk memerintah Suriah.
*) Pemikiran Ibnu Taimiyah sangat memengaruhi perkembangan pemikiran Islam, terutama dalam gerakan Salafi yang tumbuh pada abad ke-18 hingga sekarang.
Di Suriah, Alawit adalah kelompok minoritas yang terdiri dari sekitar 10-12% dari populasi sebelum perang saudara. Mereka memiliki pengaruh besar dalam politik karena keluarga Assad, yang telah memimpin Suriah sejak 1971, berasal dari komunitas ini. Hal ini menciptakan kesan bahwa Alawit menguasai kekuasaan, meskipun banyak dari mereka yang sebenarnya hidup dalam kemiskinan.
Populasi Muslim di Suriah, terdiri dar sekitar 87% dari total populasi Suriah adalah Muslim, dengan mayoritas (sekitar 74%) menganut mazhab Sunni. Sisanya, sekitar 13%, adalah Muslim Syiah, yang mencakup Alawit, Syiah Itsna Asyariyah, dan Ismailiyah. Sedangkan Alawit adalah kelompok Syiah terbesar di Suriah, dengan jumlah sekitar 11-12% dari total populasi (sekitar 2,5-3,5 juta orang dari populasi Suriah sekitar 23,1 juta pada sensus 2011).
Persepsi terhadap kedua kelompok ini berbeda, dengan Syiah Itsna Asyariyah dianggap bagian dari Islam ortodoks, sementara Alawit sering dianggap non-ortodoks oleh sebagian orang.
Syiah Itsna Asyariyah (12 imam) dan Syiah Alawit
Akidah (Keyakinan Teologis) Syiah Itsna Asyariyah (12 imam), Percaya pada 12 Imam sebagai penerus Nabi Muhammad, dengan Imam ke-12 (Muhammad al-Mahdi) dalam keadaan ghaibah (tersembunyi) hingga kembalinya sebagai penyelamat. Menegaskan tauhid, dengan Ali dan para Imam sebagai perantara spiritual, tetapi tidak dianggap ilahi. Sumber Ajaran: Al-Qur'an dan hadis dari Nabi serta para Imam (misalnya, Al-Kafi), dengan penekanan pada aspek eksoteris (zahir) dan esoteris (batiniyah) yang terkodifikasi. Ibadah Syiah Itsna Asyariyah:Shalat: Melaksanakan shalat lima waktu, kadang menggabungkan waktu shalat (misalnya, Dzuhur dan Ashar). Berpuasa di Ramadan, ditambah puasa sunnah seperti hari Asyura untuk mengenang Imam Husain. Ziarah ke makam Imam (Karbala, Najaf) sangat penting. Tetap Wajib ke Mekah sesuai rukun Islam.
Seperti disebutkan sebelumnya, Syiah Alawit, menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai manifestasi ilahi atau memiliki kedudukan dekat dengan ketuhanan, dengan konsep trinitas Ain-Mim-Sin (Ali, Muhammad, Salman al-Farisi). Percaya pada reinkarnasi jiwa, tidak ada dalam Syiah Itsna Asyariyah. Sinkretisme, menggabungkan unsur Islam Syiah, Kristen, Gnostik, dan tradisi lokal, menjadikan ajaran mereka lebih esoteris dan berbeda dari Islam ortodoks. Tidak selalu mempraktikkan shalat lima waktu atau puasa Ramadan secara ketat; ibadah lebih simbolis dan esoteris. Ritual ibadah bersifat rahasia, hanya untuk anggota yang diinisiasi (khususnya laki-laki), dengan fokus pada meditasi spiritual. Merayakan Idulfitri dan Iduladha, tetapi juga hari raya non-Islam seperti Natal dan Nawru.
Esoteris adalah sesuatu yang hanya dipahami atau diketahui oleh sekelompok kecil orang yang memiliki pengetahuan atau minat khusus.
Sinkretik adalah suatu kondisi atau keadaan yang ditandai dengan penggabungan atau perpaduan berbagai elemen, ide, atau kepercayaan dari berbagai sumber yang berbeda, seringkali menciptakan sesuatu yang baru dan unik
Diskusi di Reddit: Jika Bashar Assad adalah seorang Alawi, mengapa ia melakukan salat dengan cara Sunni?
Ini pertanyaan yang banyak diperdebatkan. yang skeptis akan menanggapi sebagai hal pencitraan dan sebaliknya yang berprasangka baik, menganggap sebagai transformasi dari alawi ke sunni. seperti diutarakan oleh akun Reddit:
Yang menganggap pencitraan: Mengikuti langkah ayahnya, pada dasarnya untuk mendapatkan dukungan Sunni - sebagian besar warga Suriah adalah Muslim Sunni - melakukan Salat Idul Fitri sekali atau dua kali setahun sudah cukup untuk “terlihat baik” di depan orang Sunni, orang-orang di sekitar saya bahkan tidak tahu bahwa ia adalah seorang Alawi sampai perang dimulai, itu adalah topik yang sangat dihindari untuk dibicarakan. Akun Reddit: Gintoki---
Yang menganggap upaya Transformasi/hijrah: "Menjadi rumit karena orang Alawi telah mengalami proses sunnifikasi sejak rezim Assad berkuasa, yang didorong oleh Hafez dan kemudian Bashar. Orang awam Alawit sudah tidak tahu apa keyakinannya karena keyakinannya sangat mistik, tapi sejak rezim Assad berkuasa, mereka didorong untuk bertindak seperti sunni dan membesarkan anak-anak mereka sebagai sunni, itulah sebabnya banyak orang Alawit saat ini pada dasarnya bertindak seperti Muslim sunni biasa kecuali untuk beberapa tradisi khusus Alawit yang mereka pegang teguh.
Tapi mereka jelas lebih sunni daripada Syiah, rezim Assad membangun masjid di daerah-daerah Alawite untuk membuat masyarakat umum lebih menerima Alawite dan beberapa di antaranya memiliki nama seperti “Masjid Abu Bakar”. akun reddit: ahmralas.
Namun upaya Assad ini tidak menolong meredakan kebencian dan dendam, dan didorong kepentingan ekonomi dan politik kekuasaan serta masih terpeliharanya keyakinan (salafi-jihadi), tampaknya sia-sia. Situasi ekonomi yang sulit dan begitu banyak kepentingan kelompok dan negara asing (AS, Barat, Turki, Arab Saudi, Iran, Rusia dll) yang mengincar geopolitik dan sumber daya alam (minyak) menjadi pemberontakan (civil war) yang sudah lama terpendam menjadi pecah.
Jeffrey Lang adalah seorang profesor matematika, penulis, dan seorang mualaf terkenal di Amerika. Ia lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga Katolik, dan untuk sebagian besar masa kecilnya, ia diidentifikasi sebagai seorang ateis. Dia terkenal karena karyanya sebagai profesor matematika di University of San Francisco, adalah seorang ateis sebelum memeluk Islam. Dalam karya-karyanya, seperti buku Even Angels Ask dan Struggling to Surrender, ia banyak mengulas pemahamannya tentang ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an.
Setelah mempelajari Al Quran, ia membuat pernyataan bahwa: "Jika kita melihat ke Al-Qur'an, itu hanya 3% perintah dan larangan" "97% dari Al-Qur'an berbicara tentang etika, hubungan antara Tuhan dan manusia, tujuan hidup, moralitas, kebenaran, sejarah masa lalu, mawas diri (pentingnya iman dan akal), pengajaran (dakwah), dan hubungan antara individu, kelompok, dan bangsa." Al-Qur’an menekankan pentingnya akhlak mulia, seperti kelembutan hati, kasih sayang, dan cinta antarmanusia, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat (misalnya, QS. Al-Baqarah: 165, QS. Al-Hujurat: 13, dan QS. Ar-Rum: 21).
Nadirsyah Hosen, Associate Professor di Melbourne menjelaskan tentang metode dakwah Rasulullah yang mengedepankan kelembutan, hikmah, dan penghormatan dalam berdialog dengan umat lain, tentunya berseberangan sikap dengan gaya dakwah konfrontatif yang sering merujuk pada karya-karya ulama klasik yang menanggapi akidah agama (keyakinan) lain.
Tentunya dalam hal ini, slogan yang menyudutkan keyakinan kelompok lain, seperti penyerangan, menjadi malapetaka bagi semua. Seperti slogan ‘Christians to Beirut, Alawites to the grave!' (Kristen ke Beirut, Alawit ke kuburan) menyulut kekerasan seperti yang ditunjukan di Suriah, sangat tidak elok dilakukan oleh umat Islam, kita wajib menolaknya.
Civil war di Suriah seakan mngingatkan kembali: Pesan Khadafi Kepada Para Pemimpin Di KTT Arab: “Kita semua saling membenci satu sama lain. Amerika mungkin akan menggantung kalian semua, suatu hari nanti seperti mereka menggantung Saddam”. Pemimpin Libya, Mu’ammar Al-Qadhafï, pada KTT Liga Arab di Suriah. Pidato ini pada tanggal 29 Maret 2008.
Referensi:
Middle East Institute: The Alawi Community and the Syria Crisis
The National News: 'Are you Alawite?': Killings in Syrian village of Arza raise fears of endless sectarian violence
Reuters: Postingan X - Reuters Investigates @specialreports · 30 Jun 2025
Reddit: If Bashar Assad is Alawite, why does he pray the Sunni way?
Grok
(takasitau, jkt, 13/07/25 updated 15/07/25 - last refined 29/07/25)
Israel Lancarkan Serangan ke Kementerian Pertahanan Suriah dan Dekat Istana Presiden - Al Jazeera English.
Serangan-serangan tersebut dilakukan setelah Israel mengancam akan meningkatkan serangan jika pasukan pemerintah Suriah tidak ditarik dari bagian selatan negara itu, di mana telah terjadi pertempuran antara kelompok Druze dan pasukan keamanan.

Pertikaian sektarian antara Druze dan Badui di wilayah Propinsi Sweida, Suriah pecah menjadi pertumpahan darah. Digambarkan dalam peta oleh The Hindu.
Pasukan pemerintah Suriah menarik diri dari Suwaida setelah kesepakatan Druze untuk mengakhiri pertempuran - Al Jazeera English. (ditayangkan 18/07/25)
🚨 Ceasefire in Syria's Sweida after Israeli airstrikes!
— Sanatan Prabhat (@SanatanPrabhat) July 18, 2025
Clashes between Druze & Bedouins turned intense. Syria backed Bedouins, Israel struck Damascus & 160 sites claiming to protect Druze.
Syria denies sectarian angle, calls it anti-crime op. pic.twitter.com/ONqW62GMsJ https://t.co/qmJtHTInyV
🚨 Gencatan Senjata di Sweida Suriah setelah serangan udara Israel! Bentrokan antara Druze dan Badui semakin memanas. Suriah mendukung suku Badui, Israel menggempur Damaskus & 160 lokasi yang diklaim melindungi suku Druze. Suriah menyangkal adanya unsur sektarian dan menyebutnya sebagai operasi anti-kejahatan. FRANCE 24 English - Sanatan Prabhat @SanatanPrabhath. (ditayangkan 17/07/25)
Chaos erupted at the Israel-Syria border as dozens of Druze Israelis breached the border and entered into Syria from Israeli-occupied Golan Heights on July 16 pic.twitter.com/u2S7Hp8Dx3
— TRT World (@trtworld) July 16, 2025
Kekacauan meletus di perbatasan Israel-Suriah ketika puluhan warga Druze Israel menerobos perbatasan dan masuk ke Suriah dari Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel pada 16 Juli 2025. TRT World @trtworld.
🔴 Bedouin families continue to flee from the western and eastern countryside of Sweida in fear of the Druze militia massacres. pic.twitter.com/ZaC0JYSvSG
— Emelia (@vikingwarior20) July 17, 2025
Milisi Druze yang didukung Israel di bawah pimpinan Hikmat al-Hijri membunuh warga sipil Badui, termasuk perempuan dan anak-anak, menjarah rumah-rumah, dan memaksa banyak orang mengungsi setelah tentara Suriah mundur dari Sweida. - Suppressed News @SuppressedNws.
Keluarga-keluarga Badui terus melarikan diri dari pedesaan barat dan timur Sweida karena takut akan pembantaian yang dilakukan oleh milisi Druze. Emelia @vikingwarior20. ditayangkan 17 Juli 2025

(Atas) Staf rumah sakit Sweida bersama dengan sejumlah warga sipil yang ada di rumah sakit kemarin (15/07/25). Semua dibunuh oleh TERORIS HTS. li Kashmir 🍁🇵🇸 @syedalihussayni
(Bawah) Video Milisi jihadis ekstremis, yang dikenal sebagai "pasukan Suriah" melakukan eksekusi lapangan terhadap semua orang yang terluka dan sakit dari sekte Druze di Rumah Sakit Nasional di Sweida. (namun waktu kejadian masih simpang siur, perlu verifikasi lebih lanjut)
Akun X: ARAM☀️ @ARAM99006
Pasukan Suriah telah menarik diri dari provinsi pusat suku Druze di Sweida, Suriah, setelah bentrokan mematikan selama berhari-hari yang menewaskan lebih dari 500 orang, demikian menurut seorang pemantau perang (The Syrian Observatory for Human Rights).
Provinsi di bagian selatan Suriah ini telah dilanda pertumpahan darah sektarian sejak 13 Juli 2025, dengan ratusan orang terbunuh dalam bentrokan antara pejuang Druze dan suku-suku Badui Sunni dengan tentara dan sekutunya. Kota Sweida telah menjadi bayang-bayang dari sebelumnya, dengan toko-toko yang dijarah, rumah-rumah yang dibakar, dan mayat-mayat bergelimpangan di jalanan.
Dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi, Presiden interim Islamis Ahmed al-Sharaa berjanji untuk melanjutkan kontrol atas keamanan di Sweida setelah pengerahan pasukan pemerintah pada 15 Juli 2025, yang memicu pertumpahan darah sektarian dan mendorong intervensi militer Israel. Kota Sweida digambarkan seperti baru saja keluar dari banjir atau bencana alam.
Al Jazeera melaporkan, bahwa Israel melakukan serangan udara di pusat kota Damaskus, 15 Juli 2025 waktu setempat, menargetkan Kementerian Pertahanan dan daerah-daerah di dekat istana kepresidenan. Militer Israel juga menargetkan Suriah bagian selatan, di mana kelompok Druze, suku Badui, dan pasukan keamanan Suriah telah bertempur selama lebih dari empat hari.
Lebih dari 250 orang telah terbunuh di provinsi Sweida. Israel mengklaim bahwa operasinya melindungi minoritas Druze dan menyerang pasukan pro-pemerintah yang dituduh menyerang mereka. Suriah telah menolak klaim ini, dan menyebut serangan tersebut sebagai “serangan yang brutal.”
Ada laporan lain, pada 16 Juli 2025 terjadi pembunuhan massal di Rumah Sakit Nasional Sweida, Suriah. Laporan di X secara konsisten menuduh milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), dengan menyebut sebagai "kelompok teroris" dan menuding mereka melakukan pembantaian di rumah sakit yang sedang dikepung.
Namun belum dapat diverifikasi secara independen melalui sumber berita resmi. Korban yag berada di Rumah Sakit Nasional Sweida termasuk:Staf medis (dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit)., Pasien yang berada di rumah sakit, Warga sipil yang kebetulan berada di lokasi, termasuk pria, wanita, dan anak-anak Sebagian besar adalah anggota komunitas Druze, yang ditargetkan karena identitas agama dan etnis mereka, dengan tuduhan bahwa pembunuhan ini merupakan bagian dari "pembersihan etnis berdasarkan identitas". Korban berjumlah lebih dari 100 individu namun belum diverifikasi, karena insiden rumah sakit mungkin merupakan peristiwa terpisah yang belum banyak dilaporkan secara luas.
Konflik Komunitas Badui (disokong Pemerintahan baru) - Druze (dibantu Israel)
Israel melaporkan sebuah serangan militer di dekat istana kepresidenan rezim Suriah di pusat kota Damaskus, dan serangan udara lainnya juga menghantam wilayah di sekitar Umayyad Square. Insiden ini terjadi di daerah Damaskus.
Awal dari kejadian terakhir, pada 13 Juli 2025, konflik dimulai di Sweida selatan, dipicu oleh penculikan seorang penjual sayur Druze oleh anggota suku Badui. Konflik tersebut menyebar ke daerah lain, termasuk Maqwas, di mana milisi Druze bersenjata mengambil alih kendali.
Kekerasan tersebut mengakibatkan 89 orang tewas dan sekitar 100 orang terluka. Pemerintah Suriah mengerahkan pasukan keamanan untuk memulihkan ketertiban, tetapi Israel memandang ini sebagai keberpihakan kepada suku Badui. Israel melakukan serangan udara terhadap tank-tank Suriah di Sweida sebagai peringatan kepada pemerintah Suriah yang baru.
Pada peristiwa Sweida ini lebih mencerminkan ketegangan lokal dan keterkucilan Badui, bukan semata balas dendam politik, seperti Alawit. Druze, sebuah kelompok etnis dan agama minoritas yang memiliki keunikan dalam identitas dan keyakinan mereka. Selain Druze, ada minoritas kecil Muslim Sunni (terutama dari suku Badui) dan beberapa warga Kristen di Sweida. Namun, Druze mendominasi demografi kota dan provinsi ini, dengan perkiraan 90% dari populasi provinsi Sweida, adalah Druze.
Komunitas Druze di Israel (bukan di Suriah atau negara lain), yang berjumlah sekitar 150.000 orang, memiliki kewajiban wajib militer untuk pria sejak 1956, tidak seperti kelompok Arab lainnya di Israel yang dikecualikan. Banyak Druze Israel bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Druze yang merupakan warga negara Israel, terutama di wilayah Galilea, Carmel, dan Golan Heights, bukan Druze Suriah dari Sweida
Apa dan Siapa itu Druze?
Druze adalah komunitas sekaligus sekte (pemisahan dari Syiah Ismailiyah) berjumlah sekitar 1 juta jiwa secara global, memiliki komunitas terbesar Druze di Suriah (terutama Sweida, sekitar 700.000), Lebanon (250.000), Israel (150.000, terutama di Galilea dan Golan), serta komunitas kecil di Yordania dan diaspora. Di Suriah, Sweida adalah pusat utama Druze, dianggap sebagai benteng budaya dan agama mereka.
Druze, alah sebuah agama monoteistik dari tradisi Islam Syi'ah Ismailiyah, muncul pada masa Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir. Dikembangkan oleh para cendekiawan seperti Hamzah bin Ali dan Al-Hakim bi-Amr Allah, Druze menyebut diri mereka sebagai al-Muwahhidun, yang menyiratkan tanggung jawab Tuhan.
Mereka mempelajari Ismailiyah dan mengembangkan teologi yang unik, yang menyatakan bahwa Khalifah Fatimiyah Al-Hakim bi-Amr Allah adalah manifestasi yang berbeda dari Islam. Druze percaya pada Tuhan yang fana dan fokus pada reinkarnasi jiwa, jiwa yang tindakannya dipengaruhi oleh jiwa. Druze mempraktikkan praktik spiritual, rasa hormat, dan etika, tidak mengikuti ritual keagamaan formal seperti Ramadan. Mereka berlatih di tempat-tempat seperti Jabal al-Druze di Suriah, dengan fokus pada refleksi spiritual.
Referensi
Al Jazeera: Why did Israel bomb Syria? A look at the Druze and the violence in Suwayda
The Hindu: Syria troops quit Druze heartland after violence leaves over 500 dead
Grok
(takasitau, jkt, 17/07/25 - update 18/07/25 - refined 19/07/25)
Konflik di Suriah terus berubah, ditandai dengan aliansi, kolaborasi, dan konfrontasi di antara berbagai faksi yang bertindak sendiri-sendiri. Konflik ini dimulai pada Maret 2011 dengan ketidakpuasan yang meluas terhadap rezim Ba'ath, yang menyebabkan protes pro-demokrasi dan tindakan keras pemerintah yang brutal, yang kemudian berubah menjadi perang saudara dengan bantuan Rusia.
Perang ini juga menyebabkan munculnya ISIS dan konflik-konflik baru di negara tetangga, Irak, termasuk serangan-serangan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Sanksi internasional pada tahun 2011 secara tidak sengaja membuat ladang-ladang minyak di negara ini jatuh ke tangan para pemberontak swasta. Situasi ini tidak hanya menyebabkan pemberontakan tetapi juga pencurian minyak, dengan berbagai faksi yang berlawanan berinteraksi dengan cara-cara yang kompleks. Turki dan AS telah terlibat dalam pencurian minyak dengan para pemberontak, sementara Iran dan Rusia mendukung pemerintah dengan senjata.
Saat itu terjadi pertempuran sektarian yang sengit antara pasukan Syiah yang dipimpin Iran dan faksi-faksi Sunni yang didukung oleh Arab Saudi, Turki, dan Qatar, dengan kedua belah pihak menggunakan argumen agama untuk membenarkan tindakan mereka, yang meluas hingga ke luar Timur Tengah.
Menurut tahun terbitnya, adalah 2009 sampai adanya peristiwa besar yang meruntuhkan Gedung Kembar WTC (World Trade Center) di New York, AS pada 11 September 2001 dengan korban 3000 orang, dengan Al-Qaeda yang dituding dibelakangnya. Sedangkan Arab Spring sejak 2011 dan Operasi Timber Sycamore mulai 2012 - 2013 sampai 2017. Namun bibit Salafy-Jihadi yang sering disebut dalam pembahasannya, mengarah ke keyakinan Al Qaeda, yang menjadi incaran AS. Kerumitan terjadi di Suriah, apa yang tadinya diincar, kini menjadi kawan AS sekaligus lawan potensial Assad yang pro Iran.
Tulisan ini didasarkan pada tesis Michael R. Dillon, dengan Advisor pendamping: Abbas Kadhim & Mohammed Hafez,: ‘Wahhabism Is It A Factor In The Spread Of Global Terrorism?’, yang diterjemahkan sebagai alat bantu baca. Dalam tulisannya secara luas membahas keyakinan di luar ajaran Mazhab: Wahhabi/Salafi, Neo-Wahhabi/neo-Salafi dihubungkan dengan tema utamanya.
Penulis bersangkutan membuat hipotesis dengan pertanyaan: Apakah Arab Saudi dan Ideologi Wahhabi-nya suatu faktor yang berkontribusi terhadap penyebaran radikalisasi kekerasan di dunia Muslim? Pencarian ini mengharuskan memahami perkembangan terbaru dunia Islam yang sangat beragam dan politiknya: Wahhabi/Salafi, Neo-Wahhabi/neo-Salafi, Islamisme diluarnya.