Masalah dunia saat ini, dihiasi oleh kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina. Kekejaman yang memakan korban jiwa, cacat dan kelaparan tidak hanya sejak 7 Oktober 2023, tetapi jauh sebelumnya, peristiwa Nakba 1948, bahkan sebelum Nakba, sejak cikal bakal Zionis mulai memasuki wilayah Palestina. Bangsa Yahudi (dalam hal ini dengan ideologi zionis), berduyun-duyun masuk wilayah Palestina, kemudian menteror penduduk dan mengusirnya, Akibat dari pengusiran dari tanahnya, bangsa Palestina menjadi pengungsi terbesar di dunia, memasuki hampir seluruh negara. Bahkan di Chile, Amerika Selatan, menjadi tempat pengungsi terbesar dari bangsa Palestina.
Kejadian di Rafah membangkitkan emosi dan kesadaran warga dunia karena banyak orang, bayi, wanita dibakar, terpotong kepalanya, dan luka yang tidak terbayangkan. Warga dunia marah, menangis dan mengutuk kekejian ini, kemudian digemakan dalam pesan: 'All Eyes on Rafah'. Sejarah kekejam tidak dimulai sejak 7 Oktober, tidak juga peristiwa Rafah menjadi terakhir, namun sudah berulang kali sejak 1948, bahkan sejak 1930an.
Muncul gambar yang dihasilkan AI dengan teks ‘Semua mata tertuju pada Rafah’ atau ‘All Eyes on Rafah’ telah dibagikan ulang lebih dari 46 juta kali di tengah serangan Israel terhadap Rafah di Gaza. Gambar ini hampir tampil di setiap Instagram Stories lainnya, mendominasi wacana media sosial mengenai perang Israel di Gaza.
Laporan Al Jazeera, bahwa pada bulan Februari, sekitar setengah dari 2,3 juta penduduk Gaza telah dipindahkan ke Rafah sebelumnya (sebagai area aman pengungsi), namun Israel mengatakan pihaknya berencana melancarkan operasi darat di Rafah, dan mengklaim empat brigade Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Jalur Gaza, berada di sana.
Pengumuman itu dikecam di seluruh dunia. Pada bulan Februari, Richard “Rik” Peeperkorn, perwakilan WHO untuk Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, mengatakan “semua mata” tertuju pada serangan Rafah yang akan datang. Ameera Kawash, seorang seniman dan peneliti Palestina-Irak-Amerika yang tinggal di Inggris, yang karyanya mengeksplorasi dampak AI pada kehidupan dan narasi orang Palestina, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa “All Eyes on Rafah” kemungkinan besar berasal dari pernyataannya.
Pada hari Minggu malam 26/5/2024, dua hari setelah Mahkamah Internasional (ICJ) memerintahkan Israel untuk menghentikan serangannya di Rafah, pemboman Israel menewaskan sedikitnya 45 orang di al-Mawasi di Rafah barat, yang sebelumnya dinyatakan sebagai zona aman. Serangan Israel lainnya pada hari Selasa menewaskan 21 orang di kamp pengungsian sebelah barat Rafah, termasuk sedikitnya 12 wanita. Serangan udara dilaporkan pada Rabu pagi. Israel telah membunuh sedikitnya 36.171 orang di Gaza sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Mengapa "All Eyes on Rafah" Menjadi Viral? Gambar tersebut telah menarik lebih banyak perhatian dibandingkan banyak foto Rafah atau Gaza. Hal ini mungkin terjadi karena gambar tersebut dibagikan menggunakan fitur "Add Yours" di Instagram, yang memungkinkan pengguna memposting ulang dalam hitungan detik tanpa harus mencari gambar. Justru karena gambar tersebut dihasilkan oleh AI, gambar tersebut tampaknya lolos dari sensor berbasis kata kunci, yang berkontribusi terhadap penyebarannya yang sangat pesat. “Templat yang dihasilkan AI tampaknya telah lolos deteksi kata kunci atau sensor berbasis teks,” kata Kawash.
Instagram Story pertama yang diposting pada hari Senin oleh pengguna @shahv4012. Al Jazeera tidak dapat memastikan apakah pengguna ini yang membuat gambar tersebut. Namun pengguna tersebut berkomentar di Instagram Stories-nya "bahwa dia meminta maaf jika banyak orang tidak 'puas' dengan gambar tersebut dan dia harus segera terus menyebarkan pesan untuk menghentikan apa yang terjadi di Rafah," kata Kawash. (Takasitau, Jkt 05/06/24 refined 07/07/24).

All Eyes on Rafah