Lobby vs Korupsi - Pengaruh Politik

Sumber:Takasitau dari Berbagai Sumber

Terjadi perebutan ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, dimana saat ini ada 2 sosok yang memimpin Kadin yaitu Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie. Perebutan kursi Ketua Umum Kadin terjadi setelah digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa atau Munaslub Kadin 2024 yang digelar pada Sabtu lau(14/9/2024). Pada Munaslub ini di St Regis Jakarta, menetapkan Anindya Bakrie terpilih secara aklamasi sebagai Ketum Kadin Indonesia yang baru periode 2024-2029. Tentu saja menimbulkan polemik, karena Arsjad Rasjid seharusnya masih menjabat sebagai Kadin hingga 2026.


Ketua terpilih Anindya Bakrie periode 2024–2029, segera menggelar pertemuan dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Supratman Andi Agtas pada Minggu (15/9/2024), dalam pertemuan tersebut, Menkumham memberikan persetujuannya.


Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas Prof. Asrinaldi yang ditulis Antaranews 16 September 2024, menilai bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sarat dengan kepentingan politik. Muncul pandangan bahwa munaslub diselenggarakan karena rekam jejak Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid yang mendukung (menjadi Ketua Tim Sukses) salah satu pasangan calon yang kalah pada Pemilu 2024.


Riak ini memberi tanda bahwa ada kepentingan besar antara kelompok bisnis dan pengaruh politik di periode pemerintahan ke depan, sebagaimana periode tahun-tahun sebelumnya. Asosiasi sering terkait dengan lobby, oleh sebab itu perebutan ketua ssosiasi ini memunculkan pertanyaan sejauh mana kekuatan lobby dan apa kitannya dengan politik? Sejauh mana peran lobby perlu dibahas dan diketahui oleh masyarakat, agar kepentingan kekuatan besar ekonomi tidak mendominasi hingga melupakan tujuan kesejahteraan dan keadilan masyarakat secara umum.


Dari Makalah: Lobbying, Corruption and Political Influence, Nauro F. Campos dan Francesco Giovannoni, 2016, Apa hubungan antara lobby dan korupsi? Secara umum, keduanya merupakan cara untuk mendapatkan bantuan dari sektor publik sebagai imbalan atas bantuan tertentu. Memang ada yang berargumentasi bahwa lobby hanyalah sebuah bentuk korupsi khusus yang terfokus pada badan legislatif atau badan pembuat peraturan lainnya.  Dalam banyak model, misalnya Grossman dan Helpman (2001), lobby dimodelkan sebagai transfer uang dari pelobby kepada politisi dan transfer ini dapat ditafsirkan sebagai sumbangan kampanye atau suap.


Menurut laporan ini, lobby berfungsi sebagai instrumen penting untuk mempengaruhi keputusan politik di negara-negara yang sedang dalam masa transisi, dan sering kali berfungsi sebagai pengganti korupsi. Analisis tersebut menunjukkan bahwa lobby dianggap sebagai cara yang lebih efektif untuk memberikan pengaruh terhadap pembuat kebijakan, bahkan dalam konteks yang kurang berkembang. Seiring dengan berkembangnya perekonomian suatu negara, efektivitas lobby cenderung meningkat, hal ini menunjukkan pentingnya lobby dalam membentuk undang-undang, peraturan, dan kebijakan pemerintah.


Lobi bisa berbahaya bagi jalannya pemerintahan karena bisa menimbulkan pengaruh yang tidak semestinya terhadap politisi, berpotensi merusak proses demokrasi dan memprioritaskan kepentingan mereka di atas kesejahteraan masyarakat. Meskipun lobi dapat memberikan keahlian dan informasi yang berharga, hal ini juga berisiko menciptakan lingkungan di mana keputusan kebijakan dipengaruhi oleh pelobi yang kuat dan bukan oleh kebutuhan para pemilih. Dualitas ini menjadikan pengaturan kegiatan lobi menjadi penting untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pengaruh politik.


Dengan menggunakan data survei tahun 1999 terhadap 3.954 perusahaan di 25 negara yang sedang dalam masa transisi (di Eropa), hasilnya menunjukkan bahwa, selain faktor-faktor yang disoroti dalam literatur, terdapat bukti kuat bahwa lobby dan korupsi adalah hal yang bisa (saling) menggantikan. Artinya, lobby merupakan instrumen alternatif yang penting untuk mempengaruhi korupsi di negara-negara transisi. Analisis juga menunjukkan bahwa institusi politik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap lobby. Salah satu temuan bahwa efek dari lobby rata-rata 10x lipat dari korupsi. Lobby oleh Kepemilikan perusahaan swasta memiliki dampak pengaruh negatif yang dirasakan publik dibanding perusahaan publik (BUMN). 


Ketika mencoba menggunakan AI PDF summarizer untuk pertanyaan terkait di pdf buku yang diupload: "Apa hubungan antara oligarki dan lobby terhadap politisi, parlemen, dan badan pengatur?"


Jawabannya: Hubungan antara oligarki dan lobby melibatkan pemusatan kekuasaan dan sumber daya di tangan segelintir orang, yang dapat menyebabkan pengaruh yang tidak proporsional terhadap politisi, parlemen, dan badan pengatur. Oligarki mungkin menggunakan lobby sebagai alat untuk membentuk kebijakan dan peraturan yang menguntungkan mereka, seringkali dengan mengorbankan kepentingan publik yang lebih luas. Dinamika ini dapat mengakibatkan lingkungan politik di mana kepentingan sekelompok kecil elit mendominasi proses pengambilan keputusan, sehingga berpotensi memperburuk kesenjangan dan melemahkan tata kelola pemerintahan yang demokratis. Catatan: Oligarki berarti ‘kekuasaan oleh beberapa orang’. Adalah sistem politik di mana sekelompok kecil elit mengumpulkan kekuasaan dan kekayaan dalam suatu masyarakat.


Dengan begitu besar efek pengaruh dan skala dari lobby, sudah saatnya kementrian, parlemen, regulator merumuskan tindakan penjagaan dari sifat lobby yang merusak. Pekerjaan rumah besar, juga dibebani persoalan pencucian uang, bahkan berkaitan dengan politisi yang banyak terjadi menjelang Pemilu, seperti di awal tahun 2024 ini. 


Di Jepang, kerangka konstitusi memberikan jaminan kebebasan politik yang luas, yang dipandang sebagai landasan bagi keterlibatan demokratis, termasuk kegiatan lobby. seperti dijelaskan dalam website Gemini Group, konsultan yang berhubungan dengan pemerintah, bahwa Pasal 21 Konstitusi sangat penting karena ditafsirkan untuk melindungi kebebasan aktivitas politik. Namun kebebasan ini tidak mutlak; hal ini dibentuk dan terkadang dibatasi oleh berbagai langkah legislatif yang dirancang untuk menjamin transparansi dan keadilan di arena politik.


Lebih lanjut, bahwa tatanan peraturan lobby di Jepang ditandai dengan tidak adanya undang-undang khusus yang mendefinisikan atau mengatur aktivitas lobby. Tidak ada sistem registrasi wajib bagi pelobby, juga tidak ada persyaratan pengungkapan eksplisit yang disesuaikan dengan lobby. Namun, berbagai undang-undang dan pedoman secara tidak langsung berdampak pada cara melakukan lobby, dengan fokus pada transparansi, pendanaan politik, dan langkah-langkah anti-korupsi:


  • Undang-Undang Pengendalian Dana Politik: Undang-undang ini mengatur sumbangan politik, yang berdampak pada cara perusahaan dan kelompok kepentingan dapat mendukung politisi dan partai politik secara finansial. Hal ini mengharuskan organisasi politik untuk melaporkan pendapatan dan pengeluaran mereka, yang secara tidak langsung mempengaruhi lobby dengan mengendalikan aliran uang dalam politik.


  • Undang-Undang Pemilihan Jabatan Publik: Dengan mengatur kampanye pemilu dan iklan politik, undang-undang ini memengaruhi cara kelompok kepentingan dapat mendukung kandidat atau kebijakan pilihan mereka di depan umum.


  • Undang-Undang tentang Akses terhadap Informasi yang Dimiliki oleh Organ Administratif: Mengamanatkan pengungkapan komunikasi tertulis, seperti surat atau email, jika berkaitan dengan masalah administratif.


  • Tindakan Anti-Korupsi: Jepang mematuhi konvensi anti-korupsi internasional dan memiliki undang-undang domestiknya untuk mencegah korupsi di sektor publik, sehingga memengaruhi cara pelobby dan klien mereka berinteraksi dengan pejabat pemerintah.


Menurut Miura & Partners, di Jepang, Undang-Undang Pengendalian Penggalangan Dana Politik mengatur politisi, kandidat, dan partai politik serta mengamanatkan agar mereka mengungkapkan pendapatan dan pengeluaran mereka setiap tahun. Undang-undang Pemilihan Kantor Publik mengatur jumlah anggota Diet (DPR) dan tata cara pemilihan. Peraturan pemilu cukup rumit dan pelanggaran dapat dituntut selama atau setelah pemilu.


Hukum Pidana melarang suap, memberikan sanksi kepada pejabat publik dan orang atau badan yang memberi, menawarkan, atau berjanji untuk memberikan suap. Undang-Undang Etika Pelayanan Publik Nasional melarang pejabat publik nasional menerima hadiah atau makanan apa pun dan bepergian dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-Undang Pelayanan Publik Nasional melarang aktivitas tertentu dari pejabat publik yang sedang menjabat.


Lebih lengkap baca link:

Bisnis.com: Kronologi Kisruh Perebutan Ketum Kadin Arsjad Rasjid vs Anindya Bakrie

Antaranews: Pakar menilai Munaslub Kadin sarat dengan kepentingan politik

Gemini Group:  The Regulatory Environment of Lobbying in Japan

Miura & Partners: At a glance: government lobbying in Japan 

AI pdf Summerizer  


 (Takasitau, Jkt 22/09/24 - updated & refined 23/09/24)